Tampilkan postingan dengan label DESA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DESA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Mei 2019

MUSA AHMAD MANTAN BUPATI LAMPUNG TENGAH AJAK WARGA BERDAMAI

Lampung Tengah, LM- Untuk mengatasi kerusuhan antar dua dusun di Kampung Buyut Udik Kecamatan Gunung Sugih yang terjadi malam tadi, Jum'at malam agar tidak meluas, Mantan Wakil Bupati Lampung Tengah, Hi Musa Ahmad S. Sos turun langsung untuk membantu meredam amarah antar kedua kelompok tersebut. 


Musa mengatakan, warga dua dusun tersebut untuk sama-sama intropeksi diri dan tidak mencari mana yang benar dan mana yang salah. Dirinya juga mengajak kepada seluruh warga untuk berfikir positif dan tetap terus hidup berdampingan. "Mari kita semua sadar diri dan berfikir positif agar kita tetap bisa hidup berdampingan disini," katanya kepada dua belah pihak warga yang terlibat kerusuhan, Sabtu (18/5/2019).


Sambungnya, Dirinya mengharapkan  permasalahan ini dapat diselesaikan tanpa meminta bantuan dari pihak luar yang bisa merugikan kampung sendiri. Dirinya menyarankan agar permasalahan tersebut diserahkan kepada perangkat kampung, tokoh masyarakat dan pihak berwajib yang bisa memberikan solusi yang baik tanpa ada pihak yang dirugikan. "Saya berharap persoalan ini jangan sampai ditunggangi dari pihak luar yang seakan berpihak pada kita justru malah menghancurkan kita. Serahkan persoalan ini kepada perangkat kampung dan pihak kepolisian yang bisa memberikan solusi terbaik," jelasnya. 


Mediasi ini juga dihadiri oleh Bupati Lamteng, Loekman Djoyosoemarto, Forkopimda setempat, tokoh masyarakat, tokoh adat dan warga kedua dusun yang terlibat kerusuhan. 


Dalam sambutannya, Loekman prihatin dengan kejadian ini dan seharusnya dapat diselesaikan secara musyawarah. Menurutnya kejadian yang kecil menjadi besar, yang di lakukan seseorang akhirnya membawa orang banyak. "Saya prihatin, kenapa tidak diselesaikan secara musyawarah. Kejadian ini hanya gara-gara seseorang dan akhirnya merambat luas," kata Loekman. 


Lanjut Loekman, Pemda setempat akan membuat patung monumen perdamaian di Lamteng. Hal ini diharapkan bisa mengingatkan kepada anak cucu bahwa ada kesepakatan perdamaian yang telah tercapai. "Kedepannya saya akan buat patung perdamaian sebagai pengingat untuk anak cucu kita," ungkapnya. 


Ditempat yang sama Kapolres Lamteng AKBP I Made Rasma mengucapakan terimakasih kepada seluruh kepala kampung dan tokoh masyarakat yang telah membantu pihaknya meredam kerusuhan dan berharap kejadian seperti tidak terulang lagi. ”Saya banyak berterimakasih kepada seluruh kepala kampung yang telah membantu kami dan saya harap kejadian ini tidak terulang lagi,”tutupnya.

RAB Dana Desa Harus Dipajang di Balai Desa

RAB Dana Desa Harus Dipajang di Balai Desa


Jakarta – Berbagai cara kepala desa untuk korupsi dana desa, salah satunya saja yang pertama sekali di lakukan kepala desa untuk membodohi masyarakat nya adalah RAB bangunan desa tersebut di rahasiakan,


bukti seorang kepala desa kalau mau bicara jujur dalm membangun maka dia wajib memajangkan RAB bangunan di kantor balai desa yang mana tujuan nya agar semua masyarakat tau apa saja yang di bangun dan apa saja yang akn di belanjakan berikut harga satuan nya, itu wajib karna dana tersebut untuk masyarakat desa setempat bukan dana kepala desa, bukan nya kepala desa dan perangkat sudah di gaji untuk bekerja, dan bukan di gaji untuk merampok uang rakyat.

Untuk semua masyarakat desa yang mana desa nya mendapatkan bantuan pusat yaitu dana desa maka wajib masyarakat beramai-ramai mempertanyakan dan mengetahi satuan RAB bangunan dana desa, dikarena kan itu hak masyarakat bukan hak kepala desa, dan apabila kepala desa tak mau maka wajib masyarakat beramai-ramai demo tuntut kepala desa untuk mundur, berarti kepala desa mu tak mampu menjadi pelayan kalian.

Masyarakat di jaman era serba moderen sekarang ini di tuntut untuk pintar, di tuntut untuk berani mana yang hak kalian dan mana yang hak kepala desa, hak kepala desa untuk anggaran itu hanya sebatas gaji, dan kalau uang bangunan dana desa itu adalah hak masyarakat, jangan maling ayam saja kalian adili tapi maling uang kalian yg miliaran kalian hanya diam saja, ujar tokoh masyarakat.

Di dalam RAB bangunan itu ada mutu dan kwalitas bangunan, yang mana contoh misalkan adukan semen itu harus 1×4 maka masyarakat berkewajiban untuk mengontrol, dan sekarang ini dari kementrian perdesaan di tuntut semua bangunan dana desa yaitu mutu yang di utamakan.

Bagi masyarakat desa apabila kepala desa tak mau memajangkan RAB bangunan di balai desa maka wajib masyarakat berdemo dan tuntut kepala desa tersebut untuk mundur, ganti yang lain, yang lebih baik dan jujur masih banyak, ujar tokoh masyarakat. 

Rabu, 07 November 2018

Pokok - pokok kebijakan Permendesa Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019

Jejak NUsantara





Klik Disini Untuk Baca/Download

Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa






Jejak NUsantara: Kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa yang diprioritaskan meliputi antara lain:

a.    peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa;

b.    pengembangan kapasitas masyarakat Desa yang dilaksanakan di Desa setempat;

c.    pengembangan ketahanan masyarakat Desa;

d.   pengelolaan dan pengembangan sistem informasi Desa melaluipengembangan kapasitas dan pengadaan aplikasiperangkat lunak(software) dan perangkat keras(hardware) komputer untuk pendataan dan penyebaran informasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang dikelola secaraterpadu;

e.    dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan warga miskin, pemberdayaan perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan anggota masyarakat Desa penyandang disabilitas;

f.     dukungan pengelolaan kegiatan pelestarian lingkungan hidup;

g.   dukungan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan konflik sosial serta penanganannya;

h.   dukungan permodalan dan pengelolaan usaha ekonomi produktif yang dikelola oleh BUMDesa dan/atau BUMDesa Bersama;

i.     dukungan pengelolaan usaha ekonomi oleh kelompok masyarakat, koperasi dan/atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya;

j.     pendayagunaan sumberdaya alam untuk kemandirian Desa dan peningkatan kesejahteran masyarakat;

k.    penerapan teknologi tepat guna untuk pendayagunaan sumberdaya alam dan peningkatan usaha ekonomi pertanian berskala produktif;

l.     pengembangan kerja sama antar Desa dan kerja sama Desa dengan pihak ketiga; dan

m.  kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desa dan diputuskanmelalui musyawarahDesa.

Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, Bidang Pembangunan



Jejak NUsantara

1.   Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana dasar  untukpemenuhan kebutuhan:

a.    lingkungan pemukiman;

b.    transportasi;

c.    energi; dan

d.   informasi dan komunikasi.

2.   Pengadaan, pembangunan, pengembangan, danpemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar  untuk pemenuhan kebutuhan:

a.    kesehatan masyarakat; dan

b.    pendidikan dan kebudayaan.

3.   Pengadaan, pembangunan, pengembangan, danpemeliharaan sarana prasarana ekonomi untuk mewujudkan Lumbung Ekonomi Desa meliputi:

a.    usaha pertanian untuk ketahanan pangan;

b.    usaha ekonomi pertanian berskala produktif meliputi aspek produksi, distribusi dan pemasaran yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan produk unggulan Desa dan/atau produk unggulan kawasan perdesaan; dan

c.    usaha ekonomi non pertanian berskala produktif meliputi aspek produksi, distribusi dan pemasaran yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan produk unggulan Desa dan/atau produk unggulan kawasan perdesaan.

4.   Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan:

a.    kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan konflik sosial;

b.    penanganan bencana alam dan bencana sosial; dan

c.    pelestarian lingkungan hidup.

5.   Pengadaan, pembangunan, pengembangan, danpemeliharaan infrastruktur dan sarana prasaranalainnya yang sesuai dengan kewenangan Desadan ditetapkan dalam Musyawarah Desa.




Tags

ARTIKELDana DesaP3MDPENDAMPINGAN DESAPolitik & Pemerintahan

ANDA MUNGKIN MENYUKAI POSTINGAN INI

Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa

November 06, 2018

Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, Bidang Pembangunan

November 06, 2018

Ini, Tujuan Penetapan Prioritas Dana Desa Tahun 2019

Jejak Pengabdian Para Pendamping Desa




Jejak NUsantara: Begitu Dana Desa dikucurkan pada 2015, aneka kerumitan masalah muncul. Program besar ini dieksekusi tanpa ada masa transisi, misalnya sosialisasi regulasi dan penyiapan aparatur desa. Alhasil, dibutuhkan instrumen untuk mengawal pelaksanaan ini agar berjalan dengan mapan.


Salah satu instrumen itu tak lain adalah pendamping desa, dari mulai Tenaga Ahli (kabupaten), Pendamping Desa (kecamatan), dan Pendamping Lokal Desa (desa). Di luar itu juga ada pendamping kawasan perdesaan, yakni pendamping yang menginisiasi kerjasama antardesa sehingga terbentuk kawasan perdesaan (jumlahnya saat ini sekitar 120 orang).

Pada 2015 baru 10 ribu pendamping desa yang bisa diaktifkan, dan sekarang telah mencapai 39 ribu (TA, PD, PLD) untuk mendampingi hampir 75 ribu desa. Mereka menjadi salah satu tulang punggung pelaksanaan program Dana Desa. Melakukan supervisi dari sejak perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa.

Melaksanakan seleksi terhadap pendamping desa juga merupakan persoalan sendiri. Animo melimpah, jumlah pendaftar membludak. Saya membayangkan pendamping desa adalah kaum organik yang sudah berada di desa dan berjuang lama di desanya masing-masing. Mereka adalah orang yang punya cinta dan telah berkubang air mata dengan seluruh persoalan warga desa.

Pendidikan formal tak terlalu penting, bahkan tamatan SD saja cukup, sebab yang dibutuhkan adalah keterampilan pemberdayaan. Tapi, regulasi pemerintah menyulitkan ide tersebut. Penggajian mesti mengikuti standar baku yang ada, sehingga minimal pendamping mesti tamat SLTA atau sederajat. Selebihnya, saya pasrahkan proses seleksi ke PTN (Perguruan Tinggi Negeri) di masing-masing provinsi.

Selama tiga tahun ini para pendamping desa telah melakukan segalanya, sekuat-sekuatnya. Salah satu yang layak disimak adalah sepak terjang Leo Pigome. Pria dengan badan liat ini, meski agak kurus, telah membuktikan pengabdian tanpa batas.

Leo mulanya mendampingi 3 kampung (desa) di Papua. Namun, karena jumlah pendamping yang amat sedikit, ia harus mendampingi 12 kampung. Antarkampung sebagian besar terisolasi sehingga ia mesti jalan kaki, bahkan kadang sampai 30 jam. Gaji sebagai pendamping habis hanya untuk transpor dan bekal makanan, tak ada yang tersisa untuk keluarga. Hebatnya, dia sanggup menyusun rencana pengurangan korupsi dan merancang transparansi agar Dana Desa berfaedah bagi warga. Dia kumpulkan tokoh kampung dan pemuka agama untuk mengawal penggunaan Dana Desa. Ia bisa menyatukan kekuatan informal dalam program formal pemerintah. Leo nyaris paripurna sebagai pendamping.

Kurang lebih keteguhan itu pula yang didedikasikan oleh Nur Irawati, pendamping desa di Kabupaten Muaro Jambi. Ia sudah lama menjadi pendamping desa sehingga sigap mengawal perencanaan, eksekusi program, dan pengawasan Dana Desa. Musyawarah desa berhasil ia dinamisir sehingga semua yang hadir mau berbicara untuk kepentingan desa. Demikian pula penyusunan APBDesa begitu rapi dan tajam sesuai dengan kebutuhan desa. Lebih menukik lagi, Nur juga paham bahwa inti pembangunan adalah pemberdayaan warga. Oleh karena itu, ia ajari kaum perempuan untuk memanfaatkan seluruh sumber daya ekonomi yang ada di desa.

Tiap pekarangan rumah sekarang menjadi ladang ekonomi warga. Setidaknya kebutuhan sehari-hari tidak perlu dibeli lagi. Ketahanan ekonomi keluarga meningkat sehingga terdapat ruang bagi peningkatan belanja rumah tangga untuk pendidikan. Sesuai namanya, Nur telah menjadi cahaya desa.

Leo dan Nur menjadi saksi vital atas peran pendamping desa. Masih banyak lagi yang bertarung seperti mereka: menjadi tombak yang berada di lapangan. Seluruh urusan kelancaran pembangunan dan pemberdayaan desa diharapkan terpapar dari pikiran dan hati mereka. Pendeknya, mereka menjadi jantung gerakan pemberdayaan.

Tentu saja semua perkara ini tak gampang dijalani. Medan pertempuran begitu terjal. Tiap perjuangan pasti berkawan dengan aneka rintangan. Langkah tapak kaki selalu dipenuhi tusukan duri. Kerap mereka harus menginjaknya, bahkan berkali-kali, hingga kadang menciutkan nyali.

Amal kebajikan mereka tak selalu membuat seluruh pihak nyaman, apalagi bagi orang-orang yang seluruh pikiran dan hatinya diselimuti kebencian. Para pejuang desa itu kerap menerima cibiran, bahkan cacian. Dinamika itulah yang menjadi warna dari gerak pendamping desa.

Begitulah, tanpa mental dan kecakapan, pasti para pendamping itu akan terpental dari medan laga. Mereka sudah paham bahwa pejuang berbuat tidak berdasarkan harapan pujian atau takut ancaman, tapi oleh hasrat pengabdian. Demikian pula, ucapan seseorang boleh membalik atau meniadakan pekerjaan yang telah tertunaikan, tapi jejak amal tak pernah bisa dipinggirkan.

Mereka meyakini bahwa tiap perbuatan pasti akan memunculkan energi kekuatan: tangan-tangan tak tampak berayun di belakang layaknya gelombang. Dengan kesadaran penuh mereka memahami bahwa kejuangan dan kematangan akan diuji oleh beragam kesulitan, bukan aneka kemudahan. Selama ini mereka menjawab tiap cemooh tidak dengan lisan, tetapi menegakkan dengan perbuatan.

Pendamping desa itu juga mengerti bahwa mereka sedang melakoni perjalanan jauh dan terjal, sehingga itu menjadi alasan di antara mereka mesti bergandengan tangan. Jika mereka terperosok untuk menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri, maka seluruh urusan akan dipanggul secara pribadi, lupa mengajak warga berpartisipasi, atau sekurangnya merangkul pendamping desa lainnya untuk turut memecahkan masalah. Bila ini yang terjadi, maka investasi kegagalan sedang dipersiapkan.

Dengan makin banyaknya jumlah pendamping desa, maka kerja kolaborasi harus dikedepankan, melampaui hasrat berkompetisi. Kerjasama akan menguatkan, sebaliknya mengisolasi diri akan mengempiskan pembangunan.

Akhirnya, semua hal tak ada yang sempurna, termasuk pendamping desa. Mereka telah mengerahkan segala daya yang dipunyai, namun pasti belum sesuai harapan seluruh desa dan warga desa. Ada beberapa yang mungkin menyimpang dari tugas yang mereka sandang. Tapi itu tidak akan mengurangi makna sebagian besar pendamping desa yang telah memanggul tugas dengan kemuliaan.

Pakaian mereka boleh jadi lusuh dan sepatu sobek, tapi mereka bertekad untuk tidak lembek. Pengabdi adalah kumpulan para pemenang, bukan pecundang. Pemenang untuk menegakkan misi keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan.

Bersihkan hati, luruskan niat, dan kuatkan tekad. Jalan masih panjang dan mendaki, selamat berjuang para pendamping desa: sekuat-kuatnya, sehormat-hormatnya.


Oleh : Ahmad Erani Yustika

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya/Staf Khusus Presiden

Sumber : ahmaderani.com

Minggu, 29 Juli 2018

Menteri Desa: Kerja Pendamping Desa Bukanlah Mata Pencaharian Utama


Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo

SORONG, JejakNUsantara  - Insentif pendamping desa di Papua disebut masih kurang dan dianggap berbeda dengan di beberapa daerah lainnya terutama di tanah Jawa.

Menanggapi hal ini Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menepis pernyataan tersebut, bahwa pendamping desa menurutnya tidak harus dijadikan mata pencaharian utama tetapi pandanglah hal itu sebagai pelaku usaha dengan menggali potensi desa yang ada.

Menteri menekankan bahwa pemerintah terbatas untuk pembiayaan tenaga pendamping desa. Sebab, untuk dana pelatihan pendamping desa saja diketahui mencapai Rp1,8 triliun dengan jumlahnya 40.000 pendamping.

"Buat teman-teman pendamping, saya minta bahwa tugas ini jangan dianggap sebagai mata pencaharian, tetapi tugas ini sebagai sebuah tempat pembelajaran sehingga pendamping Desa bisa belajar dan menjadi pengusaha pengusaha di Desa. Bisa menggerakkan masyarakat desa dan sekarang sudah banyak pendamping desa yang menjadi pengusaha di desa. Saya harapkan 5 sampai 10 tahun kedepan banyak pendamping desa ini yang menjadi pengusaha kelas menengah dan atas karena berbasis dari desa, karena Desa semakin berkembang," papar menteri Eko, Sabtu (28/7/2018).

Selanjutnya menteri Eko memaparkan mengenai efektivitas dana desa di tanah Papua. Menurutnya, prioritas dana desa di Papua digunakan untuk pembangunan infrastruktur, karena untuk memulai pengembangan ekonomi, infrastruktur harus didahulukan sehingga masyarakat bisa melakukan mobilitas kerja sebagai upaya menggali produktivitas dari potensi desa dan masyarakat desa.

"Di Papua memang dana desa sebagian besar masih banyak digunakan untuk infrastruktur. Kalau dulu memang masih kurang sekali, tapi kalau di kota dan di daerah-daerah yang dekat kota, ya seperti Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sorong infrastrukturnya sudah cukup dan mereka saya anjurkan untuk memulai di pengembangan ekonomi," jelasnya.

Kemudian dia menjelaskan bagaimana melakukan pengembangan ekonomi dengan menggali potensi desa salah satunya dengan cara badan usaha milik desa (BUMDes) dan produk unggulan kawasan perdesaan (Prukades). Bahkan dia meminta para bupati untuk segera memberikan proposal terkait pengajuan BUMDes dan Prukades.

"Pengembangan ekonomi ya bisa melalui apa saja yang dapat digunakan untuk membuat bumdes aktivitas tugasnya bisa membentuk Bank Sampah, bisa membentuk desa desa wisata bisa membentuk pengelolaan pascapanen. Nanti tolong dikasih tau ke bupatinya masing-masing untuk ketemu saya ajukan proposal untuk program Prukades dan program ini nanti saya bisa 'link' kan ke 19 kementerian dan lembaga dunia usaha dan perbankan untuk mensupport produk unggulan dari Kabupaten dan desa-desa tersebut," jelasnya.

Minggu, 17 Desember 2017

TIGA TAHUN DANA DESA TURUNKAN ANGKA KEMISKINAN DI DESA

 

BOYOLALI-JEJAKNUSANTARA.tk - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Trasnmigrasi, Eko Putro Sandjojo membenarkan bahwa angka kemiskinan di desa masih tinggi ketimbang angka kemiskinan di kota, untuk itu pihaknya  meminta dana desa dimanfaatkan untuk menurukan angka kemiskinan di desa.

 

"Selama tiga tahun terakhir, dana desa keberadanya telah menurukan angka kemiskinan di desa sebanyak 4,5 % atau lebih besar dari pada pencapaian angka penurunan kemiskinan di kota sebesar 4%."ujar Eko dalam sambutanya pada acara  Rapat Kerja Nasional I Dewan Pimpinan Pusat  (DPP) Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia, (PAPDESI) di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (13/12)

 

Untuk itu kata Eko dalam menggerakkan perekonomian desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengingatkan proyek pembangunan desa wajib swakelola dan tidak boleh menggunakan jasa kontraktor

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendesa PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan pelaksanaan proyek pembangunaan dana desa dengan menggunakan jasa kontraktor adalah perbuatan yang melanggar.

 

“Tiga tahun ini masih banyak (proyek) dana desa yang dilakukan tidak swakelola, tapi pakai kontraktor. Kalau dana desa menggunakan kontraktor, bahan bakunya dari luar daerah, itu tidak akan memberikan efek terhadap aktivitas ekonomi desa,” katanya.

 

Guna meresmikan dana desa wajib digunakan secara suwakelola maka pihaknya pada hari Jumat (15/12/ 2017) akan melaksanakan  penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri antara Kementerian Keuangan, Kemendesa PDTT, Kementerian Dalam Negeri dan Bappenas.

"Melalui SKB 4 Menteri tersebut, nanti ditetapkan sebesar 30% dari dana desa tahun 2018 akan digunakan untuk membayar upah pekerja dan sebisa mungkin upah tersebut dibayar harian," paparnya.

Kalau tidak memungkinkan, tambah Eko maksimal dibayar mingguan. Dengan begitu masyarakat desa akan mempunyai income atau pendapatan.

 

“Dengan adanya income tersebut masyarakat akan mempunyai kemampuan daya beli, dan dengan begitu ekonomi di desa akan beredar,” ujarnya.

 

Eko mengatakan 30% dari dana desa sebesar Rp60 triliun pada 2018 atau sekitar Rp18 triliun diharapkan dapat menciptakan efek daya beli mencapai sekitar Rp90 triliun di desa-desa, sehingga memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi di daerah.

"Jika itu berjalan dengan baik, saya optimis angka kerja didesa akan meningkat dan angka kemiskinan di desa akan lebih rendah dibanding angka kemiskinan di perkotaan." pungkasnya.

FOKUS ENTAS KEMISKINAN, FORMULASI DISTRIBUSI DANA


MAGELANG-JEJAKNUSANTARA.tk.Pemerintah melakukan perubahan formulasi dalam distibusi dana desa 2018. Hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi dini terhadap indikasi adanya pelambatan ekonomi di tengah masyarakat

Ada sedikit perubahan formulasi dalam pengalokasian dana desa mulai tahun depan. Jika sebelumnya faktor pemerataan sangat dominan sebagai pertimbangan pengalokasian dana desa kini sedikit berkurang karena kami mempertimbangkan angka kemiskinan desa,” ujar Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo pada acara diseminasi dana desa "optimalisasi dana desa dalam mendukung pemberdayaan masyarakat dan perekonomian desa" di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang pada (16/12/2017).

Hadir dalam kegiatan ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, dan pejabat Pemprov Jawa Tengah. Selain itu acara ini juga dihadiri oleh ratusan kepala desa, pengelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) dan warga sekitar lokasi acara.

Menteri Eko menjelaskan dalam distribusi dana desa pemerintah selalu mempertimbangkan beberapa faktor di antaranya aspek pemerataan,  jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, tingkat kesulitan geografis desa hingga aspek status desa. Selama ini prosentase aspek pemerataan dipatok di angka 90% sebagai faktor pertimbangan utama dalam mendistribusikan dana desa.

“Tahun ini prosentase aspek pemerataan diturunkan di angka 77% sedangkan pertimbangan angka kemiskinan desa ditingkatkan. Jadi nanti bisa saja di desa angka kemiskinannya relatif tinggi mendapatkan alokasi dana desa lebih besar daripada desa yang angka kemiskinannya relatif rendah,” ujarnya.

Selain mengubah formulasi distribusi, lanjut Menteri Eko, pemerintah juga mengintensifkan program padat karya dari dana desa mulai tahun 2018. Nantinya ada 30% dana desa yang dialokasikan untuk program padat karya. Jika ada Rp60triliun alokasi dana desa maka Rp18 triliun di antaranya digunakan untuk membiayai program padat karya. Dana sebesar itu diproyeksikan akan menciptakan 5-6,6 juta tenaga kerja.

“Para tenaga kerja ini akan diproyeksikan terlibat dalam berbagai proyek yang dibiaya dana desa seperti pembuatan infrastruktur dasar hingga pengembangan empat program prioritas,” ujarnya.

Menteri berlatar pengusaha ini mengatakan berbagai perubahan dalam pengelolaan dana desa tersebut diharapkan mampu menjaga daya beli di kalangan warga desa. Menurutnya seiiring penurunan harga komoditas dunia, terjadi pelemahan ekonomi di berbagai bidang. Kondisi ini juga berpengaruh di kalangan warga desa. Hanya saja dampak pelambatan ekonomi dunia ini di Indonesia dapat diantisipasi dengan baik yang dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan angka kemiskinan di kawasan perdesaan di Indonesia.

“Bahkan berdasarkan survei BPS angka kemiskinan di kawasan perdesaan mengalami penurunan walaupun angkanya relatif kecil,” katanya.

Perubaahan formulasi alokasi dana desa ini juga  disampaikan  Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Menurutnya mulai tahun 2018 perolehan masing-masing desa untuk alokasi dana desa tidak akan sama.

"Desa yang lebih tertinggal, masyarakat miskinnya lebih banyak, mereka akan mendapat anggaran lebih banyak. Tujuannya agar 10,6 persen yang tergolong masyarakat miskin, akan berkurang dibawah 10 persen dan mendekati 9 persen," katanya.

Menurutnya, dalam 4 tahun angka kemiskinan tidak menurun cepat, dan masih stagnan. Uang satu faktor, tapi kepemimpinan dan organisasi adalah faktor penting yang tetap harus ada di desa-desanya.

"Tiap tahun akan diberikan 800 juta-3,5 Milyar tiap desa. Tadi saya sama Pak Menteri Desa ke Desa Ngawen, ingin menumbuhkan desa wisata dan menopang tujuan itu. Masing-masing desa punya keunikan sendiri. Belajarlah dari desa yang sudah berhasil seperti BUMDes," ujarnya.

Tinjau Dana Desa Pakai Andong

Sebelumnya Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo dan Menkeu Sri Mulyani mengunjungi Desa'SMart di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Magelang, dan meninjau pemanfaatan dana desa yaitu Warung Kuliner Desa Ngawen yang menggunakan dana desa sebesar Rp 130 juta. Pembangunannya dilakukan secara swakelola dengan 8-10 pekrja dari masy lokal. Tujuannya sebagi tempat kuliner wisatawan yang berkunjung ke Candi Ngawen. Selain itu dengan meninjau pintu air irigasi, kemudian keliling menikmati susana desa dengan menggunakan andong.

Jumlah dana desa di Desa Ngawen sebesar Rp 776,180,000.
Jumlah desa di Magelang sebanyak 376 desa. 12,69% kemiskinan d Magelang yang terdiri dari 56 Desa dan  5 Kecamatan.

"Saya dengan ibu menteri tadi sudah lihat keliling desa. Konsep sudah terintegrasi antar kementerian. Orientasi lokus diharapkan bisa memberikan efek. Tadi saya juga melihat homestay Borobudur yang merupaka  pengelola kawasan Borobudur, nanti bisa diintegrasikan dengan BUMDes. Saat ini ada sekitar 22ribu BUMDes namun kurang matang, kita matangkan dengan PT Mitra BUMDes Nusantara," tambahnya.

Dalam masalah pengawasan dana desa, ia menambahkan, bahwa kades, bupati, polisi, kejaksaan, dan inspektorat daerah harus barengan melakukan auidit.

"Jangan nanti kades hanya melayani yang mengauidit saja, jangan seperti itu," pungkasnya.

BUMDES JADI PENYALUR BANTUAN PANGAN NON TUNAI PEMERINTAH


https://youtu.be/qlIPn05AykA

JAKARTA -JEJAKNUSANTARA.tk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) akan menjadi penyalur bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari pemerintah, telur dan beras. Hal tersebut tertera dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, Menteri BUMN, Rini M Soemarno, Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, dan Sekjen Kementerian Pertanian, Hari Priyono di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (4/12).

Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo, dari sekitar 22.000 BUMDes yang telah terbentuk, 6.000 karena telah menjadi penyalur BPNT. Selain menjadi penyalur, dirinya juga berharap BUMDes bisa berperan ganda menjadi suplier.

"Kalau di desa itu sektor pertaniannya seperti beras memenuhi, maka beras cukup diambil dari desa biasa. Tapi kalau di desa itu ada BUMDes tapi tidak ada sektor pertaniannya ikutan, maka ini akan disuplai oleh Bulog. Jadi sudah dibikinin Rumah Pangan Kita. Itu sudah main dengan Bulog dan Himbara (Himpunan Bank Negara), ada sistemnya, jadi mereka sudah otomatis online, "terangnya.

Bantuan Pangan Non Tunai yang saat ini telah menyasar sebanyak 1,28 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Jumlah tersebut akan bertambah menjadi 10 juta KPM.Seluruhnya akan disalurkan secara non tunai melalui kartu keluarga sejahtera dengan memanfaatkan jaringan perbankan milik Himbara melalui BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BTN.

"BUMDes akan menjadi penyalurnya, Bantuan Pangan Non Tunai kali ini beras dan telur. Ke depan subsidi-subsidi pemerintah juga akan disalurkan melalui BUMDes, "ujarnya.

Terkait hal tersebut, Menteri BUMN, Rini M Soemarno mengatakan, dia memberikan dukungan kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan Kementerian Sosial dalam menjalankan program kerjasama tersebut. Ia berharap, bantuan non tunai ini dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menentukan sendiri apa yang mereka butuhkan di luar kebutuhan beras.

"Tahun depan beras dan telur. Dengan Mitra BUMDes harapannya daerah dimana ada padi kemungkinan bisa kita langsung adakan penggilingan di sana sekaligus pengemasan. Ada perputaran uang ada disana. Mitra BUMDes nanti juga nanti akan dipikirkan untuk beternak telur, agar masyarakat bisa mendapatkan telur di sana, tidak dari pusat. Perputaran barang di daerah, tidak di pusat, "ujarnya.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, program Bantuan Raskin (Beras Untuk Keluarga Miskin) yang telah diganti menjadi Bantuan Sosial Rastra (sudah terasar sebanyak 15,6 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Dari jumlah tersebut terkonversi 1.28 juta menjadi bantuan pangan. Selanjutnya dari 1.28 juta penerima bantuan pada bulan Januari mendatang akan menjadi 10 juta penerima bantuan pangan. Begitu masih tersisa sebanyak 5,6 juta penerima Bansos Rastra.

"Jadi kalau dulu subsidi, sekarang sudah jadi Bantuan Sosial (Bansos).Jika subsidi penerima bantuan harus membayar Rp1.600 per kilogram.Untuk 15 kilogram harus membayar Rp24 ribu. Tapi tahun depan mereka tidak lagi berkewajiban bayar karena telah menjadi Bansos. Itu yang 5,6 juta.Yang 10 juta terkonversi tahun depan adalah nasi dan telur, "terangnya.

Ia berharap, BUMDes dan Mitra BUMDes yang telah diinisiasi oleh Kemendes PDTT bersama Kementerian BUMN dapat menjadi penyalur dan memaksimalkan program tersebut. Di sisi lain, ia juga semoga Kementerian Pertanian dapat membantu memberikan data-data terkait pusat produksi dan penggilingan beras untuk disalurkan sebagai bantuan pangan non tunai.

Minggu, 10 Desember 2017

Warga 3 Desa Minta Dukungan Pemkab, Bupati Khamamik Tak Bisa Bantu, Sarankan Mengadu Ke Pengadilan


Mesuji, JEJAKNUSANTARA.tk – Polemik HGU tiga warga desa dengan PT. Bumi Selatan makmur Investindo (BSMI) dan PT. LIP, tak kunjung usai. Ratusan masyarakat dari tiga Desa (Desa Sri Tanjung, Tanjung Harapan dan Desa Kagungan) Kecamatan Tanjung Raya Mesuji, ngeluruk ke Rumah Dinas Bupati. Bupati Khamamik nyatakan, Pemkab tidak bisa membantu dan menyarankan membawa persoalan itu ke Pengadilan. Selasa 05 Desember 2017.
Kedatangan warga itu untuk sampaikan aspirasi meminta dukungan Pemkab setempat. Kedatangan warga disambut Bupati Mesuji Khamamik.
Dalam dialog Khamamik menyampaikan, masyarakat harusnya jangan memaksakan kehendak, karena PT.BSMI memiliki hak guna Usaha (HGU).Apabila masyarakat meminta HGU perusahaan bersangkutan, di kembalikan jelas tidak bisa. Tentunya hal ini, Masyarakat mengadu masalahnya ke pengadilan.
“HGU yang ada untuk dikembalikan kepada warga, ya tidak bisa. Cara satu-satunya, masyarakat membawa masalah ini ke pengadilan yang bisa menyelesaikannya. Kalau meminta pembelaan dengan Pemkab, itu menyalahi aturan hukum, Kami taat aturan dan perundang-undangan,”kata Khamamik di hadapan ratuas warga Desa tersebut.
Perwakilan masyarakat, Harun (40) mengungkapkan, hanya meminta bantuan Pemkab utamanya Bupati Khamamik dapat memediasikan persoalan HGU warga dengan PT.BSMI dan PT.LIP.
Sesuai tuntutan warga agar di kembalikan hak-hak masyarakat, yaitu tanah yang di klaim PT BSMI, mengembalikan tanah yang sudah di rusak, jangan melarang lapak untuk menerima buah sawit yang di jual oleh masarakat.
“Tanggapan Bupati, mengecewakan warga, warga hanya sampaikan aspirasi dan meminta dukungan mediasi, jika memang bisa di mediasikan dan dicarikan solusi, namun tidak kali ini,”ujarnya.
Diketahui, terdapat 4 poin tuntutan masyarakat kepada PT.BSMI Dan PT.LIP yakni, Pihak PT.BSMI dan PT LIP harus mengembalikan, atau mengganti semua hak milik masyarakat baik yang di rusak ataupun  diambil dalam kleman masyarakat, termasuk mobil – mobil yang di tangkap karena mengangkut buah sawit masyarakat.
Kemudian, pihak BSMI dan LIP, agar mencabut semua laporan pengaduan baik kepada pihak kepolisian ataupun pemerintah dari daerah sampai pusat, untuk menghindari terjadinya bentrokan fisik berkelanjutan atara masyarakat dan perusahaan di lapangan.
Lalu, batas antara kleman masyarakat dan PT BSMI – PT LIP sepanjang jalur BLOK O dan N dan meminta aparat keamanan tidak melarang PKS (Pabrik kelapa sawit) dan lapak – lapak menerima atau membeli sawit dari Sri Tanjung dan Desa Kagungan.

Sabtu, 09 Desember 2017

Gubernur Bekali Pendamping Desa dengan Wawasan Kebangsaan



JEJAKNUSANTARA.tk– Gubernur Muhammad Ridho Ficardo membekali para pendamping desa dengan wawasan kebangsaan, dalam Forum Pembinaan Pendamping Profesional Desa Provinsi Lampung 2017 yang dilaksanakan di Hotel Novotel, Bandar Lampung, Jum’at (8/12/2017).

Menurut Gubernur, pendamping desa merupakan kunci utama terjaminnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Satuan terkecil dari Republik Indonesia adalah desa, dan untuk menentukan Republik itu maju, maka lihatlah dari desanya,” tegas Gubernur. 
Tugas menjaga Negara kesatuan Republik Indonesia, menurut Gubernur yang dididik selama 9 bulan di Lemahanas ini, adalah menjadi tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa, termasuk para pendamping desa. 

Gubernur menyoroti hal yang terpenting bagi pengembangan desa, yaitu kesejahteraan. Dia berharap para pendamping desa memahami keterkaitan kesejahteraan dengan keutuhan NKRI. “Apabila kita gagal dalam mensejahterakan rakyat, maka keruntuhan akan ada di depan kita. Namun sebaliknya, jika berhasil, kita bukanlah siapa-siapa, karena itu adalah penilaian kolektif. Oleh karenanya kita tidak boleh egois, namun harus tetap solid dan bekerja keras,” jelas Gubernur.
Baru-baru ini, Provinsi Lampung memeroleh penghargaan Upakarya Wanua Nugraha (UWN) dalam membina dan mendorong pembangunan desa di Lampung. Prestasi itu, kata Gubernur,tak lain dan tak bukan karena prestasi yang dihasilkan para pendamping desa. “Prestasi yang saya punya, sebagian besar adalah hasil kerja keras kalian semua, dan penghargaan itu untuk teman-teman semua,” jelas Ridho.
Saat ini, Lampung masih membutuhkan pendampingan. “Artinya, masih banyak yang harus dilakukan, dan ketika mereka telah mampu mandiri, di situlah titik suksesnya kegiatan kita. Pendampingan ini tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, untuk itu dibutuhkan soliditas, kerjasama, disiplin dan yang paling utama adalah daya tahan, ketekunan, keuletan dan keteguhan dalam membawa misi pembangunan,” kata Ridho membakar semangat para pendamping desa. 
Gubernur dengan segudang prestasi ini berharap dengan banyaknya pembangunan, para pendamping desa dapat memberi informasi kepada dirinya. “Saya berharap teman-teman mampu menjadi mata dan telinga secara bersama dalam membangun Lampung, untuk itu dibutuhkan sumbangsih saran dan pikiran untuk membangun daerah,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas pemberdayaan masyarakat dan desa Provinsi Lampung, Yuda Setiawan, menjelaskan saat ini pejuang pemberdayaan desa di Provinsi Lampung berjumlah 1200 orang lebih. “Ini sudah menjadi tahun ketiga sejak diselenggarakan program pemberdayaan desa pada tahun 2015. Melalui dana desa yakni pada tahun 2015 sebanyak Rp. 684,7 miliar atau sekitar Rp. 280 juta/desa. Pada tahun 2016, sebanyak Rp. 1,5 triliun atau Rp.643 juta/desa dan pada tahun 2017 sebanyak Rp. 1,8 triliun atau Rp800 juta/desa,” jelas Yuda.
Sejak program pemberdayaan desa yang telah berjalan tiga tahun, kata Yuda, telah dilaksanakan berbagai program seperti jalan sepanjang 5.453 kilometer, jembatan sebanyak 1.089 unit, gotong-gorong sebanyak 20.672 unit dan talud sepanjang 567.021 meter, serta infrastruktur lainnya sesuai dengan kebutuhan desa setempat. Selain itu, telah membentuk sebanyak 536 bumdes,” kata Yuda. Ia berharap kedepan saling berlomba dan mendukung dalam memacu prestasi untuk memajukan Lampung.  “Telah banyak program yang dilakukan Gubernur Ridho, dan Lampung sedang giat-giatnya melakukan berbagai pembangunan, hal ini ditunjukkan dengan daya saing Lampung yang meningkat menjadi posisi 11. Hal ini tentunya harus kita dukung dengan karya nyata dalam membangun Lampung,” harapnya.


Dalam kesempatan itu, Konsultan pendamping wilayah II, Mashuri, menyampaikan ucapan gembira dan bahagia atas terselenggaranya forum pembinaan pendamping profesional desa Provinsi Lampung tahun 2017. “Ini merupakan forum yang telah lama dinantikan para pendamping desa untuk menjadi pendamping desa yang profesional, serta dapat bertemu dan bertatap muka secara langsung dengan Gubernur Ridho,” kata Mashuri. Pendamping desa di Lampung, jelas mashuri, ada sebanyak 1.228 orang. “Tentunya tanpa ada bimbingan yang baik, maka jumlah sebanyak itu akan menjadi beban bagi Lampung. Hal ini tak lepas dari bimbingan Gubernur Ridho dan Dinas PMD sehingga dapat melaksanakan kegiatan pendampingan dengan baik. Pendampingan yang baik tersebut, ditunjukkan dengan meraih penghargaan UWN dua tahun berturut-turut, serta menjadi penyelenggara bursa inovasi desa pertama di Indonesia,” jelasnya.

Rabu, 06 Desember 2017

Cara Mendaftarkan BUMDes Di KEMENDESA

JEJAKNUSANTARA.tk: Menumbuhkan, Menguatkan dan Mengembangkan BUMDES seluruh Indonesia

Pertumbuhan jumlah BUMDes dalam beberapa waktu terakhir dapat dikatakan cukup signifikan, namun tetap saja masih banyak kendala yang dialami oleh pengurus dalam menjalankan administrasi BUMDes. salah satunya adalah kesulitan dalam pendaftaran BUMDes untuk masuk dalam database KEMENDESA.

Berikut adalah tata cara pendaftaran BUMDes melalui website KEMENDESA.

Buka website resmi KEMENDESA yaitu bumdes.kemendesa.go.idPada laman bumdes.kemendesa.go.id klik menu Hubungi Kami.Akan muncul laman yang memuat alamat dan kontak dari KEMENDES
4. Tepat dibawah tulisan Kontak pilih Daftarkan BUMDes.
5. Akan muncul form yang harus diisi sesuai data BUMDes masing-masing.

6. Setelah semua terisi lalu klik tombol tambah data.

Demikian cara mendaftarkan BUMDes ke website KEMENDES. Semoga bermanfaat.

Kamis, 30 November 2017

REKRUTMEN TENAGA AHLI DAN TENAGA PENDUKUNG PROGRAM INOVASI DESA TINGKAT KABUPATEN / KOTA TAHUN 2017


JEJAKNUSANTARA.tk: Rekrutmen Tenga Ahli dan Tenaga Pendukung Progam Inovasi Desa berasal dari Kementrian Desa  Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Direktorat Jendral Pembangunan dan Pembedayaan Masyarakat desa, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa, pada tanggal 25 November 2017.
Latar Belakang
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi khususnya Ditjen PPMD akan melaksanakan Program Inovasi Desa (PID) dimulai tahun 2017.
Untuk mendukung pelaksanaan PID jumlah tenaga pendamping yang akan dimobilisasi sebanyak 2.719 orang dengan rincian sebagai berikut:
a.    Tenaga Ahli PID Pusat sebanyak 16 orang.
b.    Tenaga Ahli PID Provinsi sebanyak 99 orang.
c.    Tenaga Ahli PID Kabupaten / Kota sebanyak 2.604 orang.
Rekrutmen Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung PID Kbuapten/Kota akan dilaksanakan oleh Satker Ditjen PPMD. Penyediaan Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung PID Kabupaten/kota dilakukan melalui rekrutmen secara terbuka dengan proses dilakukan secara transpran, akuntabel dan efisien.
Kebutuhan TA dan TP PID Kabuapten/Kota
Setiap kabupaten /kota akan ditempat kan 2 (dua ) orang Tenaga ahli dengan 2 (dua) posisi, yaitu:
a.    1 (satu) orang koordinator Kabupaten PID
b.    1 (satu) orang Tenaga Ahli bidang pengelolaan Informasi dan Media.
Setiap kabuapten/kota akan ditempatkan 4 (empat) orang  Tenaga Pendukung dengan 2 (dua) posisi, yaitu:
a.    1 (satu) orang data operator
b.    3 (tiga) orang data kolektor
Kualifikasi TA dan TP PID Kabupaten /Kota
1. Koordinator PID Tingkat Kabupaten
Latar belakang pendidikan minimal S-1 semua bidang ilmu.Memiliki pengalaman kerja relevasn minimal 7(tujuh) tahun dengan pengalaman sebagai koordinator tim tingkat kabuapten minimal 2 (dua) tahun serta pengalaman program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat minimal 5 (lima) tahun.Mampu membuat perencanaan kerja.Mampu melaksanakan analisa kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dan inovasi sesuai UU Desa dan aturan turunannya.Mampu berkomunikasi dan membangu kerjasama dengan berbagai pihak terkait.Memiliki jaringan yang luas dengan lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan.Mampu menyusun laporan kegiatan. Mampu mengoperasikan komputer mnimal Office (word, excel, powe point, acces) dan internet.Sanggup bekerja penuh waktu sesuai standar operasional prosedur dan siap bertepat tinggal di lokasi tugas.Pada saat mendaftar usia minimal 28 (dua puluh delapan) tahun dan maksimal 55 (lima puluh lima) tahun.Dilarang menjadi pengurus partai politik manapun dan atau telibat dalam kegiatan partai politik yang dapat mengganggu kinerja.
2. Tenaga Ahli Madya Bidang Pengelolaan Informasi dan Media
Latar belakang pendidikan S-1 dari semua bidang ilmu, dituamakan komunikasi atau jurnalistik.Memiliki pengalaman kerja relevan minimal 6 tahun dalam mengelola media publikasi, informasi dan komunikasi masyarakat.Mampu menyusun panduan pengelolaan media inforamsi dan komunikasi.Mampu mengelola isi (content) website program.Mampu menyusun media komunikasi publik.Mampu memahami kebijakan publikai dan komunikasi secara umum.Memiliki jaringan yang luas dengan lembaga pemerintahan mupun non pemerintahan dan media masa.Mampu menulis pemberitaan media.Mampu mengoperasikan komputer minimal Office(word, excel, power point, acces) dan internet.Sanggup bekerja penuh waktu sesuai standar operasional prosedur dan siap bertempat tinggal di lokasi tugas.pada saat mendaftar usia minimal 25 (dua puluh lima) tahun dan maksimal 55 (lima puluh lima) tahun.Dilarang menjadi pengurus partai politik manapun dan atau terlibat dalam kegiatan partai politik yang dapat mengganggu kinerja.
3. Data Operator (Analis)
Latar belakang S-1 atau D-3 semua bidang ilmu diutamakan komputer/statistik.Memiliki pengalaman pengelolaan data minimal 3 (tiga) tahun untuk S-1 dan 5 (lima) tahun untuk D-3.Menguasai pengopersian komputer dan program pengolahan data.Mempunyai pengelaman dalam pemeliharaan komputer (software/hadrware) merupakan nilai lebih.Mampu mengoperasikan kompute minimal Office (word, Excel, power point, acces) dan internet.Sanggup bekerja penuh waktu sesuai standar operasional prosedur dan siap bertempat tinggal di lokasi tugas.Pada saat mendaftar usia minimal 23 (dua puluh tiga) tahun dan maksimal 50 (limapuluh) tahun.Dilarang menjadi pengurus partai politik manapun dan atau telibat dalam kegiatan partai politik yang dapat mengganggu kinerja.
4. Data kolektor
Latar blakang pendidikan SMA atau sederajat.Memiliki pengalaman kerja 2 (dua) tahun sebagai operator komputer/ data entryMempunyai pengalaman pemeliharaan komputer (software/hardware) merupakan nilai lebih.Mampu mengoperasikan komputer minimal Office (Word, Excel, Power Point) dan internet.Sanggup bekerja penuh waktu sesuai standar operasional prosedur dan siap tinggal di lokasi tugas.Pada saat mendaftar usai minimal 22 (dua puluh dua) tahun dan maksimal 45 (empat puluh lima) tahun.Dilarang menjadi pengurus partai politik manapun dan / atau terlibat dalam kegiatan partai politik yang dapat mengganggu kinerja.
Bagi tenaga Pendamping Profesional eksisting dan atau hasil seleksi tahun 2017 dengan status lulus ditempatkan, apabila melamar pada posisis Tenaga Ahli dan Tenaga Pendukung PID Kabupaten/Kota maka dinyatakan mengundurkan diri dari pendampingan.
Rencana Kerja Perekrutan
29 November 2017 pengumuman Rekrutmen29 November - 3 Desember 2017 Pendaftaran Peserta6 Desember 2017 Penetapan Longlist8 Desember 2017 Penetapan peserta untuk evaluasi  Kualifikasi (Posisi Koordiator,  TA PID, Operator Analis data sebanyak 900% dari kuota, sedangkan posisi Data kolektor sebanyak 300% dari kuota)12 - 14 Desember 2017 Evaluasi Kualifikasi13 - 15 Desember 2017 Penetapan Shortlist dan pemanggilan peserta untuk wawancara.15 - 17 Desember 2017 Pelaksanaan Test Wawancara.20 Desember  2017 Pengesahan dan Pengumuman hasil rekrutmen.2 Januari 2018 Kontrak Kerja.
Catatan:
untuk pengumuman pendaftaran silahkan dipantau pada web resmi kemendesa.go.id atau dipendamping2017.kemendesa.go.id

Selasa, 28 November 2017

Bantah Bahas WTP, Auditor BPK Mengaku Hanya Bicara Sepeda dengan Mendes


JAKARTA, JEJAKNUSANTARA.tk - Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Choirul Anam membantah membicarakan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) saat berfoto dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo.

Bantahan itu disampaikan Anam saat menjadi saksi sidang kasus suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/11/2017). Anam bersaksi untuk terdakwa auditor BPK Ali Sadli.

"Waktu Pak Menteri nunjukin foto yang suka sepeda gunung. Dia bilang ini orang Madura juga, suka sepeda gunung," kata  Anam kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam persidangan, jaksa KPK menunjukan barang bukti berupa pesan singkat melalui WhatsApp. Salah satu yang dikirimkan dalam percakapan WhatsApp tersebut yakni foto antara Anam dan Mendes Eko Putro Sandjojo.

Meski demikian, jaksa KPK M Takdir Suhan mengonfirmasi ulang keterangan Anam terkait foto tersebut. Sebab, menurut Takdir, dalam persidangan sebelumnya, Mendes Eko Putro Sandjojo telah dikonfirmasi dan mengakui bahwa dalam pertemuan itu dibicarakan soal opini WTP yang akan diperoleh Kemendes.

"Saksi ini jangan ngeyel. Ini sudah pernah dikonfirmasi, bahwa ini sedang menunjukkan opini WTP," kata Takdir.

Dalam kasus ini, Ali Sadli selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK, didakwa menerima suap Rp 240 juta dari Irjen Kemendes, Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo.

Menurut jaksa KPK, uang tersebut diberikan dengan maksud agar Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Rochmadi Saptogiri, menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.

Adapun, dua pejabat Kemendes, yakni Sugito dan Jarot Budi Prabowo telah diadili dan divonis bersalah oleh majelis hakim.

Selasa, 27 Juni 2017

PROSES PEMBERDAYAAN


Proses pemberdayaan bagaikan orang sedang berlatih olah-raga angkat besi yang berlatih menanggung beban pada badannya.

Ketika orang tidak pernah mengangkat bebam berat, dia mencoba mengangkatnya maka kesakitanlah badannya.

Secara spiritualitas pemberdayaan adalah proses mealatih diri untuk menikmati kesakitan dan penderitaan untuk meningkatkan kualitasnya dan meningkatkan dayanya.
Dengan demikian proses pemberdayaan masyarakat jg proses melatih masyarakat untuk menambah dayanya yg biasanya akan terjadi konstraksi yg terasa membawa penderitaan.

Maka dari itu inti dari proses melatih warga untuk berdaya adalah dgn mentradisikan kembali adanya ruang belajar masyarakat itu sendiri.

Tanpa ada ruang belajar di-masyarakat proses pembelajaran akan lebih banyak memberi stimulantsaja.

Stimulant yg tidak diimbangi dgn proses belajar akan membubung kembali sebagai bentuk bantuan bantuan pembangunan.

PEMBERDAYAAN MASAYARAKAT DESA Visi Menuju Perubahan Sosial Desa

Ibe Karyanto

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan mandat UU Desa yang mengakar pada pokok
persoalan (radikal). Artinya mandat itu diberikan atas dasar pemahaman yang obyektif tentang akar
penyebab kemiskinan desa. UU Desa memahami kemiskinan desa bukan sebuah keniscayaan tetapi
akibat dari sistem, peraturan perundangan dan kebijakan yang tidak adil terhadap desa. Selama ini
desa telah dipinggirkan. Desa ditempatkan hanya sebagai obyek program.
Pemberdayaan punya arti beragam, tergantung dari sisi mana dan dalam kaitan dengan
apa. Tapi dalam tulisan ini makna pemberdayaan jelas ditempatkan dalam keranga visi UU Desa.
Penggunaan istilah pemberdayaan masyarakat desa dalam rumusan mandat UU Desa memiliki
makna ganda. Di samping bermakna sebagai tindakan memulihkan kuasa, daya masyarakat desa,
pemberdayaan dalam UU Desa juga bermakna pengakuan atas berlangsungnya proses pemiskinan
dan kondisi kemiskinan di desa.
Sebelum membahas lebih khusus tentang karakter pemberdayaan pada bagian akhir, ada
baiknya kita pahami terlebih dahulu secara ringkas apa konteks dan kondisi yang melatarbeakangi
munculnya gagasan kritis pemberdayaan. Hal yang tak terpungkiri adalah istilah pemberdayaan tak
terpisahkan dari kemiskinan.
MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia 149
Pembangunan dan Kemiskinan
Pemberdayaan merupakan bagian dari perkembangan pandangan para pemikir kritis
yang berusaha menghadirkan teori baru tentang ekonomi pembangunan. Gagasan kritis tentang
pemberdayaan mucul sebagai bentuk alternatif dari model pembangunan yang materialistis,
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Sementara pertumbuhan ekonomi diukur dari jumlah ratarata
penghasilan masyarakat produktif di suatu negara dalam periode tertentu. Hasilnya memang
bisa menjadi indikasi pembanding kemajuan ekonomi suatu negara dibanding negara lain. Namun
di balik data keberhasilan tersebut teori pertumbuhan ekonomi senantiasa menyisakan kenyataan
jumlah masyarakat miskin dan tak berdaya yang lebih besar.
Tersebutlah salah satu filosof, tokoh eknomi berkebangsaan Slotlandia, Adam Smith (1723
– 1790), yang memperkenalkan teori pertumbuhan ekonomi. Baginya pertumbuhan ekonomi akan
terjadi kalau ada pembagian kerja. Karena pembagian kerja akan memacu produktivitas dan dengan
demikian mempercepat pula pendapatan. Produktivitas dan peningkatan pendapatan akan terjadi
kalau disertai terbukanya pasar. Pasar atau sektor swasta menjadi penentu ukuran meningkatnya
pertumbuhan ekonomi.
Dari cikal bakal teorinya Adam Smith berkembang teori lain yang disebut teori pertumbuhan
ekonomi modern. Teorinya menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan
oleh kekuatan pasar, tetapi juga keterlibatan negara. Ada dua kecenderungan dalam teori
pertumbuhan ekonomi modern. Teori yang satu menekankan pentingnya penumpukan (akumulasi)
modal. Penumpukan modal ditentukan oleh dua unsur penting yaitu unsur kepemilikan tabungan
(investasi) dan produktivitas modal. Semakin tinggi kemampuan produksi modal, semakin tinggi
pula kemampuan untuk memperbesar tabungan (investasi). Dengan demikian semakin tinggi pula
pertumbuhan ekonomi.
Teori itu tetap menyisakan kesenjangan antara kaum yang memiliki modal, yang mampu
menabung atau berinvestasi dengan kaum yang tidak memiliki modal. Terlebih ketika tokoh
sejamannya Keynes menekankan unsur kelebihan tenaga kerja (surplus of labour). Menurut teori ini
kelebihan tenaga kerja membuat harga tenaga kerja menjadi murah. Karena itu pemilik modal atau
pengusaha bisa mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan kelebihan tenaga
kerja tanpa perlu memikirkan kewajibannya untuk menaikkan upah.
Pemikiran untuk mencari model pertumbuhan ekonomi yang memberikan manfaat yang
merata terus berkembang. Lahir kemudian teori pertumbuhan ekonomi neoklasik, yang menempatkan
teknologi sebagai unsur penting pendorong pertumbuhan ekonomi. Muncul lagi teori yang
menekankan pentingnya unsur kemampuan manusia (human capital). Kemampuan manusia perlu
dikembangkan melalui pendidikan atu pelatihan untuk mendorong tingginya tingkat pertumbuhan
eknomi. Manusia menjadi unit produksi. Menyusul kemudian teori yang menjelaskan pembangunan
merupakan perubahan yang akan dicapai melalui pertumbuhan ekonomi secara bertahap.
Harapannya setiap hasil pembangunan akan dirasakan oleh setiap penduduk sampai ke
lapisan yang paling bawah. Namun kenyataan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia,
menunjukkan bahwa teori-teori pembangunan belum terbukti menjamin pertumbuhan ekonomi
benar-benar bisa merembes dan dirasakan oleh masyarakat bawah. Pertumbuhan ekonomi dari
masa ke masa menegaskan bahwa yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin tetap miskin.
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia 150
MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA
Bisa jadi yang miskin malah semakin miskin.
Oleh karena itu dalam perkembangan berikut muncul pandangan-pandangan alternatif yang
memikirkan pembangunan tidak hanya semata diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga diukur
dari pertumbuhan kesejahteraan sosial. Pandangan ini menekankan pentingya mengembangkan
model pembangunan yang berkeadilan. Selama 4 sampai 5 dekade terakhir bahkan semakin
menguat pandangan yang mempromosikan supaya setiap teori pembangunan menempatkan nilainilai
demokrasi, Hak Asasi Manusia, gender dan nilai-nilai kemanusiaan universal sebagai pusat
perhatian.
Sekalipun pandangan itu semakin menguat, tetapi toh belum terbukti menjadi kenyataan.
Sampai sejauh ini pembangunan ekonomi masih terus tumbuh di atas ketidakadilan yang melahirkan
ketimpangan. Pertumbuhan ekonomi masih menyisakan kemiskinan.
Ketidakberdayaan Desa
Pembangunan tidak hanya menyisakan kemiskinan di perkotaan. Data Badan Pusat Statistik
tahun 2014 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia kebanyakan adalah penduduk yang
bermata pencaharian petani. Artinya data tersebut bisa dibaca bahwa kemiskinan lebih banyak
dijumpai di pedesaan yang nota bene masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbanyak.
Kondisi tersebut boleh dikatakan belum pernah mengalami perubahan berarti dari waktu ke waktu.
Ironis, desa sebagai sumber daya utama negeri agraris justru hidup dalam kemiskinan.
Sejarah desa adalah sejarah kemiskinan petani di atas tanahnya sendiri yang kaya. Kemiskinan
pedesaan merupakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan akibat dari sistem tata kelola dan
kebijakan yang tidak adil. Kemiskinan struktural di pedesaan sudah dimulai dari sejak pemerintah
kolonial memberikan secara berlebihan hak penguasaan tanah kepada pengusaha-pengusaha
swasta melalui Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870. Akibatnya pengusaha swasta
menguasai sebagian terbesar tanah, sementara sebagian penduduk bumi putera hanya memiliki
sebagian kecil sisa tanah. Ketimpangan kepemilikan atas tanah mengakibatkan kesenjangan
pembagian kekayaan.
Warisan kemiskinan pasca kolonial masih berlangsung di masa kemerdekaan. Di masa
kemerdekaan produk hukum dan peraturan yang menyakut tata kelola pedesaan banyak dipengaruhi
peraturan yang diproduksi pemerintah kolonial. Ambil contoh, makna desentralisasi desa yang
menjadi amanat UU No.1 Tahun 1945 tidak berbeda dengan desentralisasi desa yang dimaksud
dalam peraturan perundangan yang diberlakukan pemerintah kolonial. Di masa kolonial desentralisasi
yang diberikan bersifat transaksional. Desentralisasi memberikan kewenangan pada Kepala Desa
untuk mengatur sendiri wilayah desanya dengan maksud supaya pemerintah kolonial mendapat
kemudahan dalam menarik pajak dan upeti. Demikian pula dengan produk Undang-undang lain
yang terkait dengan tata kelola desa belum sepenuhnya mengembalikan kewenangan desa. Desa
diberikan otonomi tetapi sekaligus pemerintahan desa ditetapkan sebagai bagian dari pemerintahan
terkecil dan terbawah.
Harapan kembalinya kewenangan desa sempat muncul ketika lahir UU No. 18 Tahun 1965
yang mendudukan desa sebagai daerah yang memiliki kekuasaan hukum, politik dan pemerintahan
otonom. Posisi desa menjadi semakin kuat ketika pemerintah menetapkan Undang-undang No.19
MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia 151
Tahun 1965 tentang Desa Swapraja. Amanat Undang-undang ini menghadirkan semangat untuk
menjunjung nilai-niali demokrasi, kemandirian dan kemerdekaan desa.
Namun sayang, implementasi amanat Undang-undang belum sempat terwujud Orde Baru
sudah mengambil alih kekuasaan. Kepemimpinan Orde Baru segera membekukan Undang-undang
tersebut melalui ketetapan Undang-undang No. 6 Tahun 1969 yang menyabut pemberlakukan
seluruh Undang-undang tentang desa. Sementara belum ada peraturan perundangan tentang desa
yang menggantikan. Akibatnya banyak tanah-tanah desa yang dikuasai oleh elit desa dan pemilik
modal.
Desa semakin menderita dan pemiskinan desa semakin menguat akibat dari perundangundangan
dan kebijakan Orde Baru yang tidak adil. Di satu sisi peraturan perundangan dan
kebijakan memberangus kewenangan pemerintahan desa, tapi di sisi lain dibuka kesempatan luas
bagi para pemilik modal untuk menjadikan desa sebagai lahan investasi. Undang-undang No.1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing merupakan produk perundangan yang tidak secara
langsung menngatur tentang desa, namun mempercepat dampak kemiskinan di desa. Undangundang
tersebut memberikan kesempatan bagi para pemilik modal asing untuk masuk ke Indonesia
dan menguasai industri pertanian dan industri lainnya.
Produk perundangan Orde Baru lain yang melemahkan keberadaan desa adalah UU No.5
Tahun 1979. Undang-undang ini jelas menunjukkan karakter kekuasaan otoritarian pemerintah pusat
yang memberangus kewenangan desa untuk bisa mengatur dan menguasai. Salah satu amanatnya
adalah menyeragamkan bentuk dan susunan desa. Akibatnya desa kehilangan karakter sosialbudayanya.
Kebijakan Orde Baru lain yang menambah beban kemiskinan desa adalah kebijakan
ditetapkannya industrialisasi pertanian melalui revolusi hijau. Dalam jangka pendek kebijakan
revolusi hijau memang terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian secara nasional. Namun
dalam jangka panjang industrialisasi pertanian menyisakan penderitaan berkepanjangan. Kearifan
budaya yang menyertai siklus tanam sampai panen tergerus oleh sikap pragmatis petani yang
lebih mengandalkan teknologi dari pada keterlibatan sosial masyarakat desa. Pengetahuan dan
keterampilan perempuan tani tidak lagi diperhitungkan. Kebiasaan memanfaatkan pestisida dan
teknologi pengolahan tanah menggerus tingkat kesuburan tanak.
Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin kebijakan pembangunan yang
segar yang juga menghentikan pemiskinan desa. Namun harapan tinggal harapan. Pemerintahan
semasa reformasi masih belum menunjukkan kesungguhan niat politik untuk melakukan perubahan
desa. Dua produk hukum, UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum mampu
menjawab hakekat kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai pemerintahan terkecil bagian
dari pemerintahan di atasnya. Posisi desa adalah obyek yang tidak memiliki kewenangan mengatur
kehidupannya sendiri.
Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) merupakan produk perundangan
terbaru yang dihasilkan sesudah lebih dari lima belas tahun pemerintahan reformasi. Ada sebagian
pihak yang menyambut kehadiran UU Desa dengan keraguan (skeptis). Tapi sebagian terbesar
menyambutnya dengan penuh harapan (optimistik). Para pihak yang optimistik melihat UU Desa
sebagai gerbang harapan bagi desa, atau yang disebtu dengan nama lain.
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia 152
MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA
Karakter Pemberdayaan
Lepas dari beragam reaksi, yang pasti UU Desa tegas mengakui kedudukan desa subyek
hukum yang memiliki hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri
(Psl 1, at 1). Desa boleh dan berhak merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan desa sebagai subyek tidak hanya
diungkapkan secara jelas pada pasal tertentu, tetapi juga tersirat pada setiap pasal. Salah satu
rumusan yang menyiratkan semangat pengakuan sebagai subyek adalah pasal yang menyatakan
amanat tentang pemberdayaan masyarakat desa (Psl 1, at 12).
Pemberdayaan masyarakat desa merupakan amanat yang sesungguhnya menjungkirbalikkan
pendekatan pembangunan yang selama ini berorientasi pada kekuasaan. Pemberdayaan adalah
sebuah konsep pembangunan yang manghadirkan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan. Karakter
pertama, pemberdayaan mewujudkan pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Masyarakat
menjadi pelaku utama sekaligus tujuan (people centre). Dalam konteks ini pemberdayaan merupakan
bagian dari gerakan budaya. Salah satu karakter dari pemberdayaan adalah kesadaran kritis
masyarakat tentang makna pembangunan. Karakter ini mengandaikan tumbuh dari sikap kesediaan
masyarakat untuk senantiasa belajar memahami beragam aspek yang mempengaruhi dampak
pembangunan bagi masyarakat dan lingkungan.
Karakter berikutnya adalah partisipatif, yaitu menyertakan keterlibatan aktif masyarakat
untuk menggagas, merencanakan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan proses
pembangunan. Dalam UU Desa karakter ini jelas dan tegas terlihat pada azas pengaturan desa
(Pasal 3). Di samping itu karakter partisipatif juga sejalan dengan kearifan desa yang menghormati
musyawarah desa sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi desa.
Berikutnya pemberdayaan memiliki karakter memampukan (empowering) masyarakat
yang terlibat dalam aktivitas pembangunan. Sejalan dengan karakter ini maka bisa dipahami
kalau amanat pasal pemberdayaan dalam UU Desa disertai dengan Peraturan Pemerintah yang
menegaskan perlunya para pihak, utamanya pemerintah untuk melakukan pendampingan terhadap
masyarakat dan aparatus desa (Psl 128, PP No. 43 Tahun 2014). Tujuan pendampingan adalah
untuk meningkatkan kapasitas pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa (Psl 129 at 1 C, PP. No 43 Tahun 2014).
Di samping itu pemberdayaan merupakan model pembangunan yang berkarakter
berkelanjutan (sustainable). Karakter ini mendorong pelaku pembangunan untuk tidak bersikap
pragmatis (aji mumpung) dalam merencanakan dan melakukan pembangunan. Pembangunan
berkelanjutan merupakan konsep yang menuntut kemampuan visioner, kemampuan melihat
manfaat pembangunan tidak saja untuk kebutuhan saat ini, tetapi mampu terus menerus memenuhi
kebutuhan jangka panjang. Di samping itu kerberlanjutan juga berarti sifat pembangunan yang
memperhatikan dampak kehancuran lingkungan. Artinya perencanaan pembangunan perlu disertai
dengan upaya menjaga keberlangsungan ketahanan sumber daya alam dan lingkungan.
Karakter-karakter tersebut juga menegaskan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah
konsep gerakan budaya, yaitu sebuah gerakan yang dilakukan secara sadar dilakukan terus menerus
untuk menghormati martabat manusia dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan asasi dan menjaga
MODUL PELATIHAN: PENDAMPING LOKAL DESA
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia 153
lingkungan tempat manusia berada.
Dalam kerangka implementasi Undang-undang Desa pemberdayaan merupakan sebuah
konsep pembangunan yang menjujung tinggi nilai kedaulatan masyarakat desa sebagai subyek,
kesatuan masyarkat hukum yang memiliki hak dan kewenangan. Karena itu keberhasilan
pemberdayaan masyarakat desa tidak hanya diukur secara materialistik, terpenuhinya sarana dan
prasarana fisik, tetapi juga diukur dari tingkat pemerataan kesejahteraan. Di atas itu semua ukuran
yang terpenting adalah perubahan sikap dan perilaku masyarakat. Pemberdayaan merupakan
wujud lain dari pendidikan karakter yang mendorong masyarakat tidak hanya semakin mampu atau
terampil, tetapi juga berkembang menjadi masyarakat yang memiliki integritas sosial.
Bacaan Acuan
• Astuti, Dwi, “Pedesaan: Potret Pemiskinan yang Belum Usai” dalam Menelusuri Akar Otoritarianisme
di Indonesia, Elsam, 2007.
• Brata Gunadi, Aloysius, “Kehancuran Ekonomi Perdesaan, Mengapa Berlanjut” dalam Menelusuri
Akar Otoritarianisme di Indonesia, Elsam, 2007
• Budiman, Arief Dr, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia, 1996
• Kartasasmita, Ginandjar, “Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang Berakar Pada
Masyarakat”, (Art), 1997
• Subhilhar, Pemberdayaan Masyarakat dan Modal Sosial, (Art), …..
• Zakaria, R. Yando, Peluang dan Tantangan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa”
(Art), 2014

Senin, 19 Juni 2017

KORUPSI MENGEPUNG DARI DESA

Tulisan yang menarik

Korupsi Mengepung Desa
Ade Irawan
19 Juni 2017

Korupsi sudah merambah pengelolaan dana desa. Program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menjadi sasaran.

Apabila tidak ada upaya serius untuk mengantisipasi, bukan peningkatan kesejahteraan yang terwujud, melainkan pemerataan korupsi hingga ke pelosok desa.

Melalui kebijakan dana desa, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat diharapkan bisa meningkat. Alokasi anggaran yang disediakan pemerintah pun terus bertambah. Pada 2017, total dana desa dari APBN sebesar Rp 60 triliun, bertambah Rp 13,1 triliun daripada tahun sebelumnya. Jika dibagi rata, tiap desa setidaknya akan mengelola uang sebesar Rp 800 juta.

Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017, uang yang diterima pemerintah desa harus digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Di antaranya pengembangan dan perbaikan infrastruktur, prasarana ekonomi, dan pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, atau pemberdayaan perempuan dan anak.

Jika digunakan sesuai aturan, cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa semestinya bisa segera terwujud. Namun, sayangnya, peningkatan alokasi dana desa ternyata malah diiringi peningkatan korupsi. Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengatakan, laporan penyelewengan dana desa sangat tinggi. Sampai akhir 2016 saja, KPK menerima 300 laporan masyarakat soal dugaan penyelewengan dana desa.

Begitu juga hasil kajian Indonesia Corruption Watch. Dalam tren penanganan kasus korupsi 2016, kasus penyimpangan dana desa mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kasus itu berada di urutan ketiga kasus yang paling banyak ditangani oleh aparat penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian. Dua kasus di atasnya adalah keuangan daerah dan dana pendidikan.

Modus korupsi

Paling tidak ada 48 kasus korupsi dana desa yang sudah masuk dalam tahap penyidikan di kepolisian dan kejaksaan. Kasus menyebar di 16 provinsi, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Jumlah tersangka mencapai 61 orang. Sebagian besar merupakan perangkat desa, terutama kepala desa.

Dari sisi modus, korupsi dana desa umumnya sangat sederhana. Para pelaku masih menggunakan cara-cara lama, seperti markup proyek, penggelapan, kegiatan atau program fiktif, dan pemotongan anggaran. Modus-modus tersebut tidak memerlukan teknik yang canggih.

Sebagai contoh, program pembangunan dan pengadaan barang. Pelaku menyiasati dengan membuat rencana anggaran biaya yang jauh lebih mahal dibandingkan standar teknis pembangunan. Cara lain, mengurangi volume pekerjaan dan membeli barang yang spesifikasinya lebih rendah dibandingkan yang ditetapkan dalam rencana anggaran.

Dalam program-program pemberdayaan, modus yang sering digunakan adalah membuat kegiatan-kegiatan fiktif: ada dalam pertanggungjawaban keuangan, tetapi tidak ada kegiatan atau barangnya. Kalaupun ada kegiatan, jumlah peserta dan durasi waktu riil jauh lebih sedikit dibandingkan dalam laporan pertanggungjawaban. Temuan lain, pemotongan honorarium untuk kader desa atau guru mengaji.

Ada beberapa faktor yang membuat para pelaku bisa begitu mudah menyelewengkan dana desa. Pertama, monopoli anggaran. Dominasi penyelenggara desa dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran desa masih sangat besar. Hanya mereka yang mengetahui rincian anggaran dan kegiatan. Akibatnya, walau mereka memanipulasi, markup, mengubah spesifikasi barang, atau menyunat anggaran, tidak akan ada yang tahu dan protes.

Kedua, kemauan dan kemampuan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan dan pengawasan masih lemah. Banyak yang tidak tahu ada dana desa dan tujuan penggunaannya. Ada pula yang menganggap penyusunan dan pengawasan bukan urusan mereka. Kalaupun ada yang memiliki kemauan, hal itu tidak ditunjang oleh kemampuan untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan ataupun pengawasan, seperti cara-cara menyusun anggaran dan mengawasi pelaksaan proyek.

Ketiga, tekanan struktur. Pelaku korupsi dana desa bukan hanya perangkat desa. Dalam beberapa kasus, perangkat kecamatan pun turut terlibat. Mereka biasanya menggunakan kewenangan memverifikasi anggaran, rencana pembangunan jangka menengah desa, dan laporan pertanggungjawaban untuk mendapat setoran atau tanda terima kasih dari penyelenggara desa.

Selain itu, ada pula kasus korupsi dana desa yang terjadi karena faktor teknis. Para penyelenggara desa tidak memiliki rencana melakukan penyelewengan. Mereka terjebak korupsi karena tidak memahami aturan dan prosedur penganggaran ataupun penggunaan anggaran.

Korupsi dana desa menyebabkan hilang atau berkurangnya modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program yang semestinya bisa menjawab berbagai masalah klasik di desa, seperti infrastruktur yang buruk dan sulitnya akses masyarakat terhadap modal ekonomi, bisa terancam gagal.

Tidak hanya itu, korupsi pun menghambat penguatan demokrasi di desa. Proses demokrasi dalam penganggaran tidak berjalan karena penyelenggara desa menutup ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan melakukan pengawasan. Prinsip dasarnya: semakin tertutup, semakin besar ruang bagi mereka untuk melakukan penyimpangan, sekalipun anggaran tidak mencerminkan aspirasi semua pemangku kepentingan desa.

Penguatan pendampingan

Langkah strategis mencegah agar korupsi tak makin menyebar sangat sederhana, yaitu memperkuat demokrasi dan tata kelola keuangan desa. Proses penyusunan rencana kegiatan dan anggaran dilakukan secara partisipatif sehingga mengakomodasi masalah dan kebutuhan semua pemangku kepentingan desa. Implementasi dan pertanggungjawabannya pun terbuka sehingga semua orang bisa mengawal.

Syarat agar kondisi tersebut terwujud adalah perangkat desa dan masyarakat sama-sama punya pengetahuan dan keterampilan dalam penyusunan rencana program dan anggaran. Pendamping desa bisa menjalankan tugas penting itu. Selama ini, mereka lebih banyak fokus mendampingi perangkat desa. Selain itu, posisi tawarnya pun lemah dan banyak yang hanya berperan sebagai penasihat kepala desa. Pada akhirnya, keberadaan pendamping desa tak jauh beda dengan komite sekolah: hanya jadi tukang stempel kepala sekolah.

Penguatan kapasitas, posisi, dan peran pendamping desa menjadi kebutuhan mendesak. Hal penting lain adalah memperbaiki proses perekrutan dengan menghentikan politisasi dan “jatah-jatahan” pendamping. Seleksi harus mengutamakan kapasitas dan integritas sehingga mereka yang terpilih tidak hanya independen, tetapi juga memiliki kapasitas untuk mendampingi dan menjadi jembatan masyarakat dengan perangkat desa.

Apabila demokrasi dan tata kelola keuangan desa berjalan baik, pemerintah tidak perlu repot-repot mengajak KPK untuk menakut-nakuti para penyelenggara desa agar tidak korupsi. Sebab, korupsi dengan sendirinya akan berkurang. Cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pun bisa segera terwujud.

Ade Irawan - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch