Rabu, 30 Agustus 2017

Desaku Dalam Kepungan Pengawas, Silahkan Saja, Asal Jangan Berubah Fungsi .


Magetan.Suarakumandang.com- Setelah lebih dari 68 tahun Indonesia Merdeka, untuk yang pertama kalinya Pemerintah Desa Indonesia mendapat perhatian agak serius dari Pemerintah Pusat dengan dilahirkannya UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa.

Legal standing atau hak untuk mengajukan permohonan perselisihan atau perkara di depan Mahmakah Konstitusi atas existensi Pemerintahan Desa sudah jelas berkekuatan hukum. Hal itu terbukti dengan adanya UU Desa, Pemerintah Desa mendapat kucuran dana pembangunan langsung dari APBN disetiap tahun anggaran berjalan.

Secara ekonomi aparatur Pemerintah Desa sedikit ada perbaikan dengan adanya Siltap (Penghasilan Tetap) meskipun belum bisa dicairkan setiap bulan seperti PNS, TNI dan Polri.

Sebelum lahirnya UU Desa, nasib desa seperti seorang ibu yang dilupakan oleh anak-anaknya. Sunyi, sepi, monoton, diacuhkan dan dipandang sebelah mata. Desa dibuat anekdot atau lelucon oleh orang-orang kota atau orang-orang yang sok kekota-kotaan dengan kalimat (Dasar ndeso, maklum orang kampung, orang udik dst.

Tinggal di Desa dan menjadi masyarakat Desa dianggap warga negara kelas dua. Menjadi Petani, Pekebun, Nelayan dianggap MADESU (Masa Depan Suram) dst.

Padahal secara faktual orang yang sok kekota-kotaan tersebut makan nasi dari beras yang ditanam masyarakat Desa, makan buah segar hasil tanaman Pekebun dari Desa, mendapat makanan sumber protein dari ikan laut hasil tangkapan dari Nelayan Desa, bahkan bisa jadi orang yang sok kekota-kotaan tersebut lahirnya di Desa atau keturunan orang Desa.

Singkat kata dan pendek cerita Desa dianggap seperti gadis puritan, kudisan yang memalukan untuk dipandang dan didekati apalagi dipacari.

Kini setelah lahir UU Desa dan mendapat kucuran dana pembangunan Desa milyaran rupiah setiap tahun angaran, sepertinya terjadi paradok dimana orang-orang kota mulai berduyun-duyun turun ke Desa, kampung bahkan ke gunung-gunung. Berlagak seperti perjaka yg ingin kenal dan memikat gadis desa, ingin memacari, ingin mengawini bahkan banyak yg ingin memerkosanya .

Namun sejatinya pelecehan terhadap orang Desa terutama para Kepala Desa masih terus berlanjut, yang mana para Kepala Desa dan Perangkat Desa dianggap masih katrok, tidak cakap dan tidak mampu mengelola dana Desa. Mungkin mereka berfikir hanya orang kota lah yang cakap dan mampu mengelola uang dalam jumlah besar.

IKLAN
Akibatnya, pengelolaan dana Desa oleh Pemerintah Desa dikepung dari berbagai sisi lembaga pengawasan. Mulai dari pengawasan daerah (Inspektorat, Saber Pungli oleh Polres), Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten, Pers atau wartawan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dsb.

Masih ditambah team pengawasan dari pusat yang terdiri Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), BPK, KPK, Satgas Dana Desa yang dipimpin oleh mbah Bibit Samat Riyanto (Mantan Komisioner KPK) dan paling utama pengawasan dari ALLAH SWT.

Anak-anakku dan adik-adikku, para Kepala Desa dan Perangkat Desa seluruh Indonesia, sebanyak itulah pihak yang mengawasimu, namun tetaplah melangkah kedepan, berdiri tegak dengan langkah gagah, jika terpeleset akan saya papah, kalau terjatuh akan ku gendong.

Lanjutkan pengabdianmu terhadap rakyat Desamu dengan tanpa ragu!!!!!

JUJUR, SESUAI ATURAN, BERANI DAN BERWIBAWA.

Biarkan dan tetap hormati keberadaannya sebagai PENGAWAS tetapi lawanlah jika beralih fungsi.

TULISAN HATI Kepala Desa Anak Desa di MAGETAN.
Oleh: Totok Sugiharto,ST.

RAHASIA PERNIKAHAN

DOSA YANG MERUSAK PERNIKAHAN

"Kepala keluarga yang berhasil dalam keluarga maka keberhasilan yang lain akan mengikuti. Kepala keluarga yang gagal dalam keluarga maka kegagalan lain akan mengikuti."

Baca juga; TABAYYUN SAID AGIL SIROJ

DOSA YANG MERUSAK PERNIKAHAN

a. Suami:
1. Suami tidak berfungsi menjadi pemimpin dengan baik, akibatnya saling melukai.
2. Suami gagal menjadikan Istri nomer satu dalam hidupnya.
3. Suami membandingkan Istri dengan wanita lain.
4. Suami kurang disiplin mengontrol emosi dan kebiasaan buruk.
5. Suami gagal memuji hal-hal kecil dari Istri.
6. Suami menolak pendapat Istri.
7. Suami tidak pernah minta maaf.

b. Istri:
1. Istri tidak menghargai Suami sebagai otoritas.
2. Istri gagal menundukkan diri kepada Suami.
3. Istri gagal menampilkan kecakapan manusia batiniah.
4. Istri gagal menunjukan rasa syukur kepada Suami.

Kebutuhan seorang Suami:
1. Seks.
2. Istri sebagai sahabat.
3. Rumah yang rapi.
4. Istri yang menarik.
5. Saling menghargai.

Kebutuhan seorang Istri:
1. Kasih sayang dan penghargaan.
2. Diajak bicara.
3. Jujur dan terbuka.
4. Keuangan yang cukup.
5. Komitmen terhadap keluarga.

Baca juga; FENOMENA YAQUT DAN GP ANSOR

Ingat!
Kepala keluarga yang berhasil dalam keluarga maka keberhasilan yang lain akan mengikuti. Kepala keluarga yang gagal dalam keluarga maka kegagalan lain akan mengikuti.

Kebahagiaan perkawinan membutuhkan perjuangan yang tidak kenal lelah, dan membutuhkan kehadiran dan pertolongan Allah SWT.
Berbahagialah mereka yang benar-benar menikmati hidup rumah tangga yang rukun dan damai, meskipun itu harus diperoleh dengan cucuran air mata.
Belaian tangan suami adalah emas bagi istri.
Senyum manis sang istri adalah permata bagi suami.
Kesetiaan suami adalah mahkota bagi istri.
Keceriaan istri adalah sabuk di pinggang suami.
Perbaikilah apa yang bisa diperbaiki sekarang sebelum terlambat. Cintailah pasangan yang telah Allah SWT pilihkan untukmu!

Bagi yang belum Menikah, semoga ini bisa menjadi bekal kelak bila Anda menghadapi hidup Pernikahan Aamiin ....

Minggu, 27 Agustus 2017

Fenomena Yaqut dan GP Ansor Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.


Bagi kalangan aktivis Nahdlatul Ulama (NU), Yaqut Cholil Qoumas bukan nama yang asing. Mungkin, langkah-langkah yang dilakukan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) ini, bagi nahdliyyin, merupakan hal yang lumrah. Tapi, bagi saya, yang berkecimpung di Muhammadiyah dan belum lama mengenalnya, langkah-langkah Yaqut merupakan fenomena yang menarik.

Apa menariknya? Yang paling menonjol adalah kegigihannya dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari rongrongan yang disebutnya para pengkhianat bangsa.

Banyak tokoh, organisasi atau kelompok, yang rajin meneriakkan NKRI harga mati, tapi maaf, dalam praktik, begitu mudah melecehkan orang atau kelompok lain hanya lantaran perbedaan suku atau agama. Menurut saya, mereka ini para munafik akut. Di ruang publik bersalaman, bahkan cipika-cipiki dengan tokoh-tokoh agama lain, tapi pada saat berada di komunitasnya sendiri tak henti-hentinya menanamkan stigma kafir. Kafir, dalam kitab suci agama-agama, selalu identik dengan keburukan dan nihilnya keselamatan.

Yaqut adalah tokoh umat yang jelas dan tegas sikapnya terhadap para munafik akut ini. Dan, untuk sikapnya itu ia kerap dirundung di sosial media, dan dianggap sebagai “munafik” juga karena dianggap berbaik-baik dengan orang-orang kafir. Yang menarik, para perundung Yaqut tidak ada yang berani terang-terangan, mereka biasanya memakai nama samaran yang pada era digital sekarang ini sesungguhnya mudah dilacak siapa nama yang sesungguhnya.

Kasus terbongkarnya sindikat menyebar berita bohong dan ujaran kebencian “Saracen” membuktikan bahwa, bersembunyi di balik nama-nama palsu pun akan tetap bisa dideteksi dan dijerat hukum. Dalam hal ini kita patut mengapresiasi keberhasilan Polri.

Mengapa para hater tidak berani terang-terangan menyerang Yaqut, dugaan saya, karena di belakang Yaqut, ada paramiliter yang cukup disegari di negeri ini, yakni Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang tampilannya sangat mirip dengan anggota militer sungguhan (yang sesungguhnya tidak dibenarkan oleh undang-undang, tapi siapa yang berani menindak Banser).

Banser adalah unsur “militer” dari GP Ansor yang merupakan sayap pemuda dari NU. Keberadaan Banser di NU sama dengan keberadaan Kokam (Komando Kesiap siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) yang juga berpenampilan sangat mirip dengan militer sungguhan. Atribut kedua organisasi paramiliter ini sulit diubah karena memiliki nilai sejarah yang kuat sebagai barisan pejuang yang ikut berperan besar dalam mempertahankan NKRI sejak awal berdirinya.

“Hubbul Wathan Minal Iman” (cinta tanah air bagian dari iman) ) adalah semboyan yang sudah mendarah daging bagi Banser dan Kokam. Di bawah kepemimpinan Yaqut, GP Ansor dan Bansernya, menjadi komponen masyarakat sipil yang paling gigih untuk saat ini dalam mempertahankan NKRI.

Yaqut tampaknya ingat betul dengan pesan Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Yang dihadapi Yaqut dan Banser saat ini adalah “teman-teman sebangsa dan se tanah air” yang katanya cinta tanah air namun nyatanya berusaha untuk memecah belah dan meruntuhkannya. Maka, Yaqut tidak ragu-ragu untuk menyatakan dengan tegas persetujuannya dengan pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang terang-terangan ingin mengubah NKRI menjadi khilafah.

Siapa pun, dan organisasi apa pun, yang mencoba merongrong NKRI, akan berhadapan dengan Yaqut. Dan siapa pun yang coba-coba mengancam keselamatan Yaqut karena sikap tegasnya itu, maka akan berhadapan dengan Banser.

Di luar kesibukannya sebagai Ketua Umum GP Ansor (2015-2020), Yaqut Cholil Qoumas adalah wakil rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah X yang meliputi Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.

Yaqut dilantik menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 pada 27 Januari 2015 dari PKB, menggantikan posisi Hanif Dhakiri yang diangkat Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Tenaga Kerja pada Kabinet Kerja. Di keluarga dan kalangan pendukungnya, Yaqut sangat populer dengan sebutan Gus Tutut.

Yaqut adalah putra dari KH Muhammad Cholil Bisri, salah satu pendiri PKB. Sebagai politisi, keponakan dari Kiai Mustofa Bisri ini juga pernah menjadi anggota DPRD Rembang (2005) yang kemudian menjabat Wakil Bupati Rembang (2005-2010) dan Wakil Ketua DPW PKB Jawa Tengah (2012-2017).

Untuk saat ini, Yaqut bisa dikatakan menjadi salah satu politisi paling depan dalam menjaga keutuhan NKRI dari rongrongan orang-orang yang ingin memecah belah bangsa dengan berbagai cara. Saya merasa beruntung bisa bersahabat dengan tokoh muda NU ini.