Tampilkan postingan dengan label KORUPSI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KORUPSI. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 September 2019

Biodata Ketua KPK Baru Irjen Firli Bahuri, dan Rekam Jejaknya


  

Kapolda Sumsel Irjen Firli Bahuri makan siang bersama personel Brimob yang akan berangkat ke Papua, Jumat (30/8/2019).

Biodata Ketua KPK yang baru Irjen Firli Bahuri, dari 'kenakalan', dekat Tuan Guru Bajang, hingga eks 'orang' Istana.

Inilah 5 pimpinan KPK yang baru terpilih.
Komisi III DPR RI menetapkan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) periode 2019-2023.
Hal tersebut ditetapkan dalam Rapat Pleno Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/9/2019) dini hari.
"Berdasarkan diskusi, musyawarah dari seluruh perwakilan fraksi yang hadir menyepakati untuk menjabat Ketua KPK masa bakti 2019-2023 sebagai ketua adalah saudara Firli Bahuri," ujar Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin saat memimpin rapat.
Sebelumnya, pemilihan 5 calon pimpinan dilakukan melalui mekanisme voting setelah tahap uji kepatutan dan kelayakan di ruang Komisi III.
Sebanyak 56 anggota Komisi III yang mewakili seluruh fraksi ikut memberikan hak suaranya.
Masing-masing anggota memilih dengan cara melingkari 5 nama dari 10 capim.
Setelah itu mekanisme voting dilakukan untuk memilih ketua KPK.
Kelima capim KPK terpilih tersebut adalah
1. Nawawi Pomolango, jumlah suara 50
2. Lili Pintouli Siregar, jumlah suara 44
3. Nurul Ghufron, jumlah suara 51
4. Alexander Marwata, jumlah suara 53
5. Firli Bahuri, jumlah suara 56
Siapa Firli Bahuri?
Berikut rangkuman sosok dan sepak terjang Irjen Firli Bahuri, Ketua KPK yang baru:
1. Biodata Irjen Firli Bahuri
Irjen Firli Bahuri lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 7 November 1963.
Ia pertama kali menjadi anggota Polri sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990.
Firli Bahuri kemudian masuk di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1997.
Pada 2004, dia kemudian menempuh Sekolah Pimpinan Menengah (Sespimen).
2. Karir moncer
Firli Bahuri (DOK TRIBUN SUMSEL)
Pada 2001, Firli Bahuri menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur.
Kariernya berlanjut dengan ditarik ke Polda Metro Jaya menjadi Kasat III Ditreskrimum pada 2005-2006.
Selanjutnya dua kali berturut turut menjadi Kapolres, yakni Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2008 saat pangkatnya masih AKBP.
Karirnya semakin moncer ketika ditarik ke ibu kota menjadi Wakapolres Metro Jakarta Pusat, tahun 2009 lalu.
Kepercayaan terus mengalir padanya ketika didapuk menjadi Asisten Sespri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010.
Keluar dari Istana, lantas memegang jabatan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng tahun 2011.
Firli Baru kembali ke Istana dan kali ini menjadi ajudan Wapres RI tahun 2012, saat itu Boediono.
Dengan pangkat komisaris besar, membawa Firli Bahuri menjabat Wakapolda Banten tahun 2014.
Firli Bahuri juga sempat mendapat promosi Brigjen Pol saat dimutasi jadi Karo Dalops Sops Polri pada 2016.
Setelah itu, bintang satu (Brigjen) berada di pundaknya kala menjabat Wakapolda Jawa Tengah pada 2016.
Berturut-turut, mulai 2017, Firli Bahuri menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk menggantikan pejabat sebelumnya Brigjen Pol Umar Septono.
Tak lama kemudian, Firli Bahuri dilantik pimpinan KPK sebagai Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018.
Saat di KPK, Firli Bahuri masih berpangkat Brigjen Pol, pada April 2018 lalu.
Tak berselang lama, kenaikan pangkat pun diterimanya menjadi bintang dua (Irjen).
Diangkatnya Firli Bahuri sebagai Deputi Penindakan KPK pun sempat mengundang tanya.
Sebab, Firli Bahuri merupakan bekas ajudan mantan Wakil Presiden Boediono yang sempat tersandung beberapa kasus dugaan korupsi.
Selama kurang lebih setahun di KPK, Firli Bahuri kemudian ditarik kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menjelaskan, penarikan itu dilakukan lantaran Firli Bahuri telah mendapat jabatan baru di Korps Bhayangkara.
Ternyata, Firli Bahuri didapuk menjadi Kapolda Sumatera Selatan hingga kini.
3. Rekam jejak pemberantasan korupsi
Penyidik terbaik Polri ini pernah mengungkapkan kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Tambunan.
Saat itu, Firli masih berpangkat AKBP merupakan mantan anggota tim independen Polri mengungkap kasus mafia pajak tersebut.
Kala menjadi Kapolda NTB ini pun memimpin Polda NTB sedang menyelesaikan kasus dugaan korupsi perekrutan CPNS K2 Dompu dengan tersangka Bupati Dompu H Bambang Yasin (HBY).
Sepanjang jenjang kariernya, ia telah mengungkap ratusan kasus korupsi baik di Jawa Tengah, Banten, maupun Jakarta.
4. Punya harta lebih dari Rp 18 miliar
Irjen Firli Bahuri tercatat memiliki kekayaan yang cukup fantastis, yaitu sebesar Rp 18.226.424.386.
Hal itu berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Firli dengan tanggal pelaporan 29 Maret 2019 yang diunduh dari situs https://elhkpn.kpk.go.id.
Firli Bahuri tercatat mengurus laporan kekayaannya terakhir dalam jabatannya sebagai Deputi Penindakan KPK, demikian dikutip dari Kompas.com.
Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Firli Bahuri (kanan). (KOMPAS.COM/AJI YUK PUTRA)
Dari dokumen tersebut, Firli tercatat memiliki 8 bidang tanah dan bangunan dengan beragam ukuran di wilayah Bandar Lampung dan Bekasi.
Satu di antaranya merupakan warisan tanah seluas 250 meter per segi dan bangunan seluas 87 meter per segi di Bekasi dengan nilai Rp 2,4 miliar.
Adapun nilai total aset tanah dan bangunan Firli mencapai Rp 10.443.500.000.
Kemudian, ia tercatat memiliki 5 kendaraan.
Yaitu, motor Honda Vario tahun 2007 dengan nilai Rp 2,5 juta, Yamaha N-Max tahun 2016 dengan nilai Rp 20 juta, mobil Toyota Corolla Altis tahun 2008 dengan nilai Rp 70 juta.
Kemudian, Toyota LC Rado tahun 2010 dengan nilai Rp 400 juta dan Kia Sportage 2.0 GAT tahun 2013 senilai Rp 140 juta.
Selanjutnya, Firli Bahuri tercatat memiliki kas dan setara kas senilai Rp 7.150.424.386.
5. Diduga lakukan pelanggaran kode etik
Kiprah Firli Bahuri saat di KPK tidak begitu harum.
Masih dari Kompas.com, ia diduga melanggar kode etik karena bertemu dan bermain tenis dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) pada 13 Mei 2018.
Padahal, saat itu TGB menjadi saksi dalam sebuah kasus yang sedang ditangani KPK.
Berdasarkan catatan Kompas.com, Firli Bahuri pun sudah menjalani pemeriksaan di internal KPK.
Namun, proses tersebut terhenti lantaran Firli Bahuri ditarik oleh Polri untuk kemudian ditugaskan menjadi Kapolda Sumatera Selatan.
"Ketika masih menjadi pegawai KPK, masih menjadi domain dan kewenangan KPK untuk memproses jika ada dugaan pelanggaran etik."
"Namun, ketika sudah menjadi pegawai di instansi yang lain, tentu saja kewenangan dan domain itu berada pada instansi tersebut."
"Itu yang bisa saya sampaikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (20/6/2019).
Firli Bahuri pun mengakui pertemuan dengan TGB.
Namun, ia membantah merencanakan pertemuan dengan TGB yang saat itu sedang menjadi saksi atas kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani KPK.
"Saya bertemu Pak TGB itu sudah izin pimpinan KPK (Agus Rahardjo), saya harus ke NTB karena ada serah terima jabatan dan diundang bermain bersama pemain tenis nasional," ujar Firli Bahuri.
"Saya datang pukul 06.30 WITA saat bermain tenis itu. Setelah dua set pukul 09.30 WITA, TGB datang. Jadi saya tidak mengadakan hubungan dan tidak mengadakan pertemuan," ujar dia.
Bahkan, setelah tidak sengaja pertemuan itu terjadi, Firli Bahuri sudah melaporkannya ke pimpinan KPK di Jakarta.
Dari pertemuan tersebut, telah disimpulkan, Firli Bahuri tidak melanggar kode etik.
"Pada 19 Maret 2019, saya bertemu lima pimpinan KPK. Pertemuannya di lantai 15 Gedung Merah Putih. Dari pertemuan itu, disimpulkan, saya tidak melanggar kode etik. Apalagi, TGB kan bukan tersangka," lanjut dia, dikutip dari Kompas.com.
Namun, pernyataan Firli Bahuri langsung dibantah oleh KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK tidak pernah mengeluarkan putusan yang menyatakan Firli Bahuri tidak melanggar kode etik.
"Setelah saya cek ke pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar."
"Pimpinan KPK tidak pernah menyatakan, apalagi memutuskan, tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK (Firli) yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai pimpinan KPK," kata Febri Diansyah.
Febri Diansyah menyatakan, pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal (PI) atas dugaan pelanggaran kode etik Firli selesai pada 31 Desember 2018.
Dalam proses pemeriksaan, Firli Bahuri pernah diperiksa pada awal Desember 2018.
Fokus tim PI, lanjut Febri Diansyah, bukan hanya pada pertemuan Firli dengan TGB, tetapi juga dengan pihak lain.
"Informasi yang saya terima ada pertemuan dengan orang yang sama, ada pertemuan dengan pihak lain. Itu yang didalami tim pemeriksa internal," katanya.
Kemudian, lanjut Febri Diansyah, hasil pemeriksaan diserahkan ke pimpinan KPK pada 23 Januari 2019.
Pimpinan kemudian menugaskan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) membahas lebih lanjut terkait hasil pemeriksaan itu.
Namun, seperti yang telah disebut di atas, proses ini tidak bisa tuntas karena Firli telah ditarik oleh Polri.
Namun, Febri memastikan, KPK telah menyerahkan data terkait rekam jejak tersebut kepada Pansel Capim KPK.
"KPK tidak dapat membuka Informasi lebih rinci. Namun, kami sudah memberikan informasi yang cukup pada pihak panitia seleksi," ujar dia, dikutip dari Kompas.com.
6. Ditolak 500 pegawai KPK
Sebanyak 500 pegawai KPK telah menandatangani penolakan calon pimpinan KPK Irjen Firli Bahuri untuk menjadi pimpinan KPK peridoe 2019-2023.
Hal itu disampaikan oleh pegiat antikorupsi, Saor Siagian dalam diskusi di Gedung KPK, Rabu (28/8/2019).
Menurut Saor, penolakan tersebut harus menjadi alarm bagi Pansel Capim KPK dalam menyaring 10 nama capim KPK yang diserahkan kepada Presiden.
"Saya bayangkan saya bisa suarakan ini bukan hanya 200 tetapi 500, barangkali ini pesan kepada Pansel apakah dia akan memilih orang yang akan ditolak, ya terserah, tetapi itulah peran-peran yang bisa kita lakukan sebagai publik," kata Saor.
Saor mengatakan, penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya.
"(Gelisah karena) dia sudah berbohong. Dia bilang dia tidak pernah melanggar kode etik, ternyata tidak pernah komisioner bilang seperti itu. Berarti dia sudah bohong," ujar Saor, dikutip dari Kompas.com.
Ia pun mengaku mendapat info adanya penolakan pegawai KPK itu dari Penasihat KPK M Tsani Annafari.
Tsani pun mengakui adanya penolakan tersebut.
Menurut Tsani, penolakan itu menunjukkan, para pegawai KPK tak mau dipimpin oleh seseorang yang bermasalah.
"Bayangkan saja kalau orang yang belum masuk saja sudah ada mosi 500 pegawai yang tidak percaya, kemudian masuk, kalau itu jadi 1.500 gimana? Mau rekrutmen semua pegawai?" kata Tsani.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengaku belum tahu adanya penolakan itu.
Namun, Saut berpendapat, para pegawai berhak memiliki pendapat atas calon pimpinannya.
"Di perusahaan-perusahaan dengan manajemen besar itu juga karyawannya juga ditanya pemimpin seperti apa yang mereka mau, itu biasa," kata dia.(*)

Nurul Ghufron; Capim KPK yang Ahli Tirakat. Testimoni Teman Kuliah

Nurul Ghufron, Capim KPK asal Sumenep


Saat semua orang sibuk menyampaikan ucapan Selamat dan Sukses kepada Dr Nurul Ghufron, setelah terpilih sebagai komisioner KPK periode 2019-2024. Ada sahabat dan kader Nurul Ghufron saat mahasiswa di Unej Jembar. Dia mengirim testimoni, Jumat pagi (13/9/2019).

Firman Syah Ali, mantan aktivis PMII Jember yang kini menjabat Bendahara Umum IKA PMII Jatim bercerita jejak aktivis Dr Nurul Ghufron saat menjadi mahasiswa.

Menurut Firman Syah Ali, Nurul Ghufron adalah sosok ahli tirakat yang sangat kuat melakukan banyak wiridan jika diberi amalan dari seorang Kiai.

“Saya adalah kader Mas Ghufron. Karena beliau yang merekrut saya masuk PMII. Kemudian saya tinggal di sekretariat PMII, bersama beliau. Jadi saya tahu persis keseharian beliau,” cerita Firman, yang saat ini viral sebagai Bakal Calon Walikota Surabaya.

Kata Firman, saat Ghufron menjadi Ketua Rayon PMII di Fakultas Hukum Unej, gerakan ritual keislaman sangat kental. Semua tradisi NU, seperti yasinan, tahlilan, wiridan dll, dibumikan dalam aktivitas ke-PMII-an oleh Ghufron.

Firman Syah Ali

“Saya menjabat Ketua Rayon PMII di Fakultas Hukum Unej setelah mas Ghufron. Di era kepemimpinan saya, saat para kader yasinan dan tahlilan, saya ajak demo melawan rezim Orde Baru. Sehingga aspek ritual sedikit berkurang. Namun tetap dipelihara dengan baik,” tulis keponakan Mahfudz MD ini,  via WhatsApp.

Firman mengakui jika seniornya, Nurul Ghufron-memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Termasuk, kecerdasan intelektual. “Kelebihan Mas Ghufron akan terasa jika kita berbincang-bincang langsung dengannya,” terang Firman.

Firman berharap, putra Sumenep ini bisa mengemban amanah. Dan diberi kekuatan oleh Allah Swt dalam menjalankan tugas-tugas negara.

“Mas Ghufron itu sangat kuat tirakatnya. Semoga beliau diberi kekuatan, keselamatan dan kesehatan selama memimpin KPK. Selamat dan Sukses Mas Ghufron. Maju terus pantang mundur melawan para pengkhianat bangsa dan penjahat negara, Allahu Akbar,” harapnya.

Rabu, 30 Januari 2019

Bupati dan DPRD Lampung Tengah Kembali Ditetapkan KPK Jadi Tersangka

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Jakarta KPK mengembangkan perkara suap di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Ada 7 orang tersangka yang ditetapkan KPK.

"KPK menetapkan 7 orang tersangka sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara 3 perkara tersebut ke penyidikan," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (30/1/2019).

Berikut rincian 3 perkara baru yang ditangani KPK:


1. Bupati Lampung Tengah Mustafa Terima Gratifikasi Rp 95 M

Mustafa diduga menerima fee dari ijon proyek di Dinas Bina Marga Pemkab Lampung Tengah dengan kisaran fee 10 persen hingga 20 persen dari nilai proyek. Total gratifikasi yang diterima Mustafa setidaknya Rp 95 miliar.

"Dari catatan penerimaan dan pengeluaran, uang senilai Rp 95 miliar tersebut diperoleh pada kurun waktu Mei 2017 hingga Februari 2018 dan dipergunakan untuk kepentingan MUS (Mustafa)," ucap Alexander.

Mustafa pun dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.

2. Dua Pengusaha Suap Bupati Lampung Tengah

Selain itu, KPK juga menetapkan dua orang pengusaha yaitu Budi Winarto selaku pemilik PT Sorento Nusantara dan Simon Susilo sebagai pemilik PT Purna Arena Yudha. Keduanya diduga menyuap Mustafa.

"Diduga dari total Rp 95 miliar yang diterima MUS, sebagian dana berasal dari kedua pengusaha tersebut," ucap Alexander.

Dari kedua pengusaha itu, Mustafa diduga menerima Rp 12,5 miliar dengan rincian Rp 5 miliar dari Budi dan Rp 7,5 miliar dari Simon. Uang itu kemudian diberikan Mustafa ke anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah.

Budi dan Simon dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Empat Anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah Terima Suap

KPK juga menjerat 4 anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah sebagai tersangka yaitu Achmad Junaidi, Bunyana, Raden Zugiri, dan Zainudin. Achmad merupakan Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah, sedangkan tiga orang lainnya adalah anggota.

"Keempatnya diduga menerima suap terkait dengan persetujuan pinjaman daerah dan pengesahan APBD dan APBDP," ucap Alexander.

Keempatnya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Jalan Sunyi Jokowi Rebut Kembali Uang Negara dari Supersemar


Presiden Jokowi.

Jakarta - Negara memberikan kuasa kepada Presiden RI untuk merebut kembali uang yang diselewengkan Yayasan Supersemar. Setelah 11 tahun bertarung di pengadilan, perlahan uang negara yang diselewengkan ke perusahaan keluarga Cendana itu kembali.

Kasus bermula saat Presiden Soeharto mendirikan Yayasan Supersemar pada 16 Mei 1974. Tujuannya untuk membantu pendidikan Indonesia.

Dua tahun berselang, Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar mendapatkan uang sebesar USD 420 juta dan Rp 185 miliar.

Dalam perjalanannya, dana yang terkumpul bukannya untuk beasiswa, pembangunan gedung sekolah, kampus dkk, tapi malah diselewengkan ke bisnis keluarga Cendana dkk. Di antaranya yaitu:

1. PT Bank Duta USD 125 juta.
2. PT Bank Duta juga kembali diberi dana USD 19 juta.
3. PT Bank Duta kembali mendapat kucuran dana USD 275 juta.
4. Sempati Air sebesar Rp 13 miliar kurun 1989 hingga 1997.
5. Diberikan kepada PT Kiani Lestari sebesar Rp 150 miliar pada 13 November 1995.
6. Diberikan kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp 12 miliar pada 1982 hingga 1993.
7. Diberikan kepada kelompok usaha Kosgoro sebesar Rp 10 miliar pada 28 Desember 1993.

Sepanjang Soeharto menjabat, laporan keuangan Yayasan Supersemar tak tersentuh. Pasca lengser pada 1998, uang yang terkumpul itu mulai dibidik sebagai bagian amanat reformasi. 

Hingga pada 2007, Negara menggugat Yayasan Supersemar untuk mengembalikan dana yang diselewengkan. Gayung bersambut. Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada RI.

Vonis itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009. Setahun setelahnya, hakim agung Harifin Tumpa dengan anggota Rehngena Purba dan Dirwoto menguatkan vonis itu. Sayang, ada salah ketik di amar sehingga tak bisa dieksekusi. Seharusnya tertulis Rp 185 miliar, tetapi tertulis Rp 185.918.904. 

Jaksa Agung mengajukan PK atas kesalahan ketik itu. Pada Agustus 2015, MA memperbaiki salah ketik itu, menjadi:

"Menghukum Tergugat II (Yayasan Supersemar) untuk membayar kepada Penggugat (Republik Indonesia) sejumlah 75 persen x US $ 420.002.910,64 = US $ 315.002.183,00 dan 75 persen x Rp 185.918.048.904,75 = Rp139.438.536.678,56," putus ketua majelis Suwardi dengan anggota Mahdi Soroinda Nasution dan Sultoni Mohdally.

Namun cerita belum berakir. Yayasan Supersemar mengajukan perlawanan eksekusi pada 2016.

Pada 29 Juni 2016, PN Jaksel mengabulkan perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar. PN Jaksel menyatakan Yayasan Supersemar sudah menyalurkan dana pendidikan ke yang berhak.

Tapi pada 19 Oktober 2017, MA menolak perlawan eksekusi Yayasan Supersemar itu. Menurut MA, perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar nebis in idem.

"Sehingga putusan perkara a quo nebis ini idem," ujar majelis dengan suara bulat.

Mengantongi putusan itu, Jaksa Agung mengajukan permohonan eksekusi. Perlahan, uang negara yang diselewengkan yayasan bisa diambil kembali.

"Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI, telah berhasil melaksanakan pemulihan keuangan Negara dari beberapa rekening deposito/giro/rekening milik Yayasan Supersemar/Yayasan Beasiswa Supersemar di bank dengan total keseluruhan sebesar Rp 241.870.290.793,62 yang saat ini berada di rekening Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan rekening RPL 175 PN," kata Kapuspenkum Kejagung, M Rum pada Maret 2018.

Langkah sunyi Jokowi tak sampai di situ. Diam-diam, lewat Jaksa Agung, ia terus menuntaskan kasus itu. Salah satunya meminta eksekusi tanah dan Gedung Granadi.

"Sudah lama (disita)," kata pejabat Humas PN Jaksel Achmad Guntur saat dihubungi Senin (19/11) lalu.

Selain gedung Granadi, yang terletak di Jl HR Rasuna Said, sejumlah aset lainnya disita terkait kasus Yayasan Supersemar, di antaranya tanah di Megamendung, Kampung Citalingkup, Bogor, seluas 8.120 meter persegi.

"Ada tanah di Megamendung dan rekening sama uangnya," sambung Guntur.

Lalu apa kata keluarga Cendana soal penyitaan aset Yayasan Supersemar? Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menduga penyitaan gedung Granadi di Kuningan, Jaksel, berkaitan dengan dirinya yang vokal terhadap pemerintah. 

"Granadi itu ya, setiap kali saya bicara vokal ke pemerintah, selalu ada yang angkat mengenai penyitaan Granadi. Padahal ini cerita yang sudah beberapa bulan yang lalu," ujar Titiek di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018)

Minggu, 12 Agustus 2018

Andi Arief: Mahar Rp 1 Triliun Bisa Jadi Kasus Suap Sandiaga Uno



JejakNUsantara : Calon wakil presiden Sandiaga Uno akhirnya mengakui bahwa dirinya menggelontorkan uang sebesar Rp 1 triliun untuk dua partai anggota koalisi, PKS dan PAN.

Menurut Sandi, uang yang diberikannya itu adalah dana untuk mendukung kampanye. 

Soal dana sebesar Rp 1 triliun itu disampaikan pertama kali oleh Wakil Sekjen Demokrat, Andi Arief, Rabu malam (8/8)

Andi menyebut Prabowo sebagai Jenderal Kardus karena mengedepankan uang, bukan perjuangan.

Andi dihujat banyak kalangan, dari luar partai maupun dari dalam partainya. Pernyataannya itu dikahwatirkan bisa merusak nama baik Demokrat dan SBY, juga bisa merusak kohesifitas koalisi oposisi. 

Tapi Andi Arief bertahan.

Setelah Sandiaga Uno mengakui bahwa dirinya memberikan Rp 1 triliun untuk PKS dan PAN, apa yang dikatakan Andi Arief?

“Soal mahar entah dalam bentuk penaklukan atau kampanye sudah diakui Sandi Uno, Pimpinan PAN dan PKS yang telah menghujat saya tak perlu minta maaf pada saya, tapi saya anjurkan lihat muka di cermin,” kata Andi Arief masih di akun Twitter miliknya.

Dia menambahkan, bahwa dirinya berniat baik dengan menyampaikan hal itu ke publik. 

“Jika ini saya teruskan ke ranah hukum, Sandi Uno bisa terindikasi suap karena masih menjabat wagub dan pimpinan PKS-PAN bisa terlibat. Ini sudah jadi pengetahuan publik,” demikian Andi Arief. 

Sumber: https://rmol.co/read/2018/08/12/352073/Andi-Arief:-Mahar-Rp-1-Triliun-Bisa-Jadi-Kasus-Suap-Sandiaga-Uno-# 

Sabtu, 28 Juli 2018

MODUS SUAP YANG MENYERET BUPATI LAMPUNG SELATAN, ZAINUDIN HASAN.


Bupati Lampung Selatan tersangka kasus korupsi, Zainudin Hasan.

JejakNUsantara: Jakarta - Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan diduga mengarahkan pengadaan proyek agar jatuh ke pihak CV 9 Naga bernama Gilang Ramadhan. Imbalannya, Zainudin Hasan dapat fee proyek dari 9 Naga.

"Diduga pemberian uang dari GR kepada ZH terkait dengan fee proyek sebesar 10-17 persen di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (27/7/2018).

Baca juga: Ini Kronologi OTT Bupati Lampung Selatan

Semua pengadaan proyek pada Dinas PUPR Lampung Selatan harus melalui anggota DPRD Provinsi Lampung, Agus Bhakti Nugraha. Kepala Dinas PUPR bernama Anjar Asmara juga diajak berkoordinasi dalam modus korupsi ini.

"AA (Anjar Asmara si Kepala Dinas PUPR) kemudian diminta untuk mengumpulkan fee proyek tersebut sebagai dana operasional atau dana taktis Dinas PUPR. Dana taktis ini diduga penggunaanya sebagian besar untuk keperluan ZH (Zainudin Hasan)," kata Basaria.

Proyek pun jatuh ke tangan 9 Naga yang dipegang Gilang Ramadhan. 9 Naga mendapat 15 proyek dengan total nilai Rp 20 miliar. GR ikut proyek di Lampung Selatan dengan meminjam banyak nama perusahaan yang tidak semua miliknya.

Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Lampung Selatan Tersangka Suap

Zainudin Hasan menjadi tersangka korupsi suap proyek infrastruktur ini, begitu pula Gilang Ramadhan dari CV 9 Naga, Agus Bhakti Nugroho selaku anggota DPRD Provinsi Lampung, dan Anjar Asmara yang merupakan Kepala Dinas PUPR.

KPK mengamankan Rp 200 juta dari tangan Agus Bhakti Nugroho, diduga berasal dari pencairan uang muka empat proyek senilai Rp 2,8 miliar. Adapun empat proyek itu adalah:

-Box Culvert Waysulan dimenangkan oleh CV Langit Biru
-Rehabilitasi ruang Jalan Banding Kantor Camat Rajabasa dimenangkan oleh CV Langit Biru
-Peningkatan ruas Jalan Kuncir Curug dimenangkan oleh CV Menara 9
-Peningkatan ruas Jalan Lingkar Dusun Tanah Luhur Batas KOta dimenangkan CV Laut Merah.

Jumat, 27 Juli 2018

OTT KPK Amankan Bupati Lamsel, Ketua Fraksi PAN, Dua Kadis dan Satu Pengusaha


Kendaraan yang diduga miliki Ketua Fraksi PAN DPRD Lampung Agus BN memasuki halaman Mapolda Lampung
JejakNUsantara , Bandarlampung – Teka-teki siapa saja yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya terjawab. Lembaga anti rasuah itu telah mengamankan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan. 
Adik kandung Ketua MPR RI Zulkifli Hasan itu tidak sendiri. Turut serta Ketua Fraksi PAN DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho, Kepala Dinas Pendidikan Lamsel Thomas Amriko dan Kadis PU Lamsel Anjas Asmara. 
Dalam peristiwa itu, KPK juga menggiring Gilang Ramadhan salah satu pengusaha kuliner, yang berencana mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung dari PAN. Kelimanya diciduk KPK sekira pukul 01.30 WIB lalu dibawa ke Polda Lampung.
”Tadi masuk Polda sekitar pukul 01.30 WIB. Ya kurang lebih ada lima orang yang diamankan, termasuk Kadis PU dan Kadisdik Lamsel,” terangnya, Jumat (27/7/2018) dini hari.
Sumber di lingkungan Polda Lampung itu menambahkan, peristiwa ini disinyalir berkaitan dengan dugaan kasus suap proyek. ”Tapi terkait status mereka, saya kurang tahu. Sekarang masih diperiksa,” terangnya. 
Disinggung berapa jumlah anggota KPK yang terlibat dalam operasi ini, diperkirakan lebih dari lima orang. Sayang sumber tersebut tidak menyebutkan barang bukti yang disita. 
”Sepenglihatan saya lebih dari lima orang. Saya rasa begitu saja informasi awal, kamu orang pulang aja besok pagi pasti sudah geger,” timpalnya.  
Sebelumnya juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa KPK memang sedang ada kegiatan di Lampung. Namun dirinya tidak menyebutkan secara detail.