Kamis, 13 Juli 2017

Pangkat Pak Guru


Sismanto HS

Sewaktu saya usia SD saya selalu bertanya-tanya apa yang membedakan pangkat,  title dan gelar. Penggunaan pangkat dan golongan lazimnya digunakan oleh kalangan militer, namun demikian hal ini kurang berlaku bagi para pegawai sipil, baik kalangan akademisi di perguruan tinggi maupun para guru guru di sekolah.

Sekedar pengetahuan bagi kita bersama urutan sistem kepangkatan yang ada di institusi Polri, menyebut sistem kepangkatannya melekat pada nama mulai dari Bhayangkara Dua (Bharada), Bhayangkara Satu (Bharatu) sampai dengan Jenderal.

Sementara penyebutan pangkat TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara mulai dari prajurit dua (prada) sampai dengan Kolonel penyebutannya sama, yang berbeda hanyalah untuk penyebutan kepangkatan jenderal bintang 1 sampai dengan jenderal bintang 4.

Baik TNI maupun Polri akan menuliskan pangkatnya melekat pada nama ketika menandatangani berkas maupun laporan, sementara di kalangan akademisi dosen penyebutan pangkat hanya disematkan apabila dosen tersebut dianugerahi gelar "profesor", penulisan perpangkatan yang lain tidak akan disertakan atau melekat dalam penulisan nama maupun jabatannya.

Di Indonesia untuk mendapatkan gelar profesor ada dua cara: yang pertama secara riset dan sistem kepangkatan. Untuk mendapatkan gelar Profesor melalui jalur sistem kepangkatan. maka seorang dosen harus menempuh pendidikan S1, S2, dan S3 yang linier serta diikuti golongan kepangkatan sudah mencapai 4E / 4F. Sementara untuk mendapatkan gelar dari jalur riset, sepanjang pengetahuan saya belum ada satupun dosen di Indonesia yang mendapatkan gelar Profesor melalui jalur ini.

Disamping itu sangat lazim digunakan melekat pada nama baik di kalangan TNI Polri maupun akademisi adalah penyematan gelar akademik sarjana, magister, dan doktor. Hal ini merupakan gelar akademik bukan sistem kepangkatan.

Menarik untuk dicermati adalah penyematan kepangkatan dan golongan bagi aparatur sipil negara (ASN), meskipun tidak melekat pada nama sistem kepangkatannya namun untuk penandatanganan berkas maupun laporan di bawah nama ASN akan diikutkan nomor induk pegawai dan kepangkatannya. Hal inilah yang membedakan birokrasi ASN dengan birokrasi akademisi dosen maupun guru.

Lebih-lebih guru yang mengajar di sekolah swasta maupun yayasan swasta bila tidak mengadopsi sistem pangkat dan golongan pegawai negeri, maka dapat dipastikan tidak akan memiliki pangkat dan golongan.

Di sekolah tempat saya mengajar juga tidak ada sistem kepangkatan maupun golongan sebagaimana ASN (Aparatur Sipil Negara), yang saya miliki sebagaimana kawan-kawan guru yang lain adalah Nomor Induk Yayasan (NIY).

Meskipun demikian, seorang guru swasta memiliki kemungkinan untuk memiliki sistem kepangkatan sebagaimana layaknya aparatur sipil negara yakni dengan mengikuti inpassing. Setelah mengikuti inpassing, Saya memiliki pangkat atau golongan III b (Penata Muda Tingkat 1), barangkali kalau disetarakan dengan pangkat di sistem kemiliteran golongan III B (penata muda tingkat 1) setara dengan Letnan satu (Lettu).

Seandainya sistem kepangkatan aparatur sipil negara ini melekat pada nama, maka akan kita jumpai Penata Muda Tingkat 1 Sismanto, Pembina Muda Siamanto, Pembina Utama Sismanto, dan untungnya tidak. Sampai saat ini sistem kepangkatan yang melekat pada guru bukan berasal dati sistem kepangkatan aparatur sipil negara (ASN), namun kepangkatan yang berasal dari masyarakat. Setinggi apapun pangkat dan golongan yang dimiliki oleh guru, masyarakat akan tetap menyebut "Pak guru" dan "Bu guru".

Sismanto HS
Penata Muda tingkat 1��

Sangatta, 12 Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar yang baik