Histori Piagam madinah

Menilik perjalanan manusia agung Nabi Muhammad SAW pada saat sebelum hijrah ke Madinah yang pada saat itu masih bernama Yatsrib, terdapat 2 kabilah besar di Negara tersebut yang saling bertikai ratusan tahun lamanya. 

Dua kabilah besar tersebut adalah kabilah Aus dengan sekutu Yahudi bani Quraizhah dan kabilah Khazraj dengan sekutu Yahudi bani Nadhir.


Dari sejarah, tercatat bahwa kedua kabilah tersebut telah bertikai selama kurang lebih 120 tahun. Namun demikian kedua kabilah tersebut hakikatnya merindukan perdamaian, tetapi tidak ada satupun sosok yang mampu mendamaikan dan menyatukan mereka. 

Akibat perseteruan panjang itu, kedua suku AUS dan KHAZRAJ, setidaknya telah melakukan 4 kali perang besar, yaitu perang Sumir, perang Ka’b, perang Hathib, dan perang Bu’ats. Dengan tentunya ratusan bahkan ribuan korban telah berjatuhan dari kedua belah pihak.
 
Kedua kelompok juga telah mendengar adanya sosok Nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan kejujurannya sehingga membuat baik suku Aus maupu Khazraj kesemsem dengan Nabi Muhammad. 

Kedua kabilah itu dikabarkan sering mengirim utusannya untuk menghubungi Nabi Muhammad SAW meskipun Nabi Muhammad dimusuhi oleh banyak orang di Makkah, tetapi beliau sangat terkenal di Yasrib atas reputasinya sebagai Al-Amin, orang yang jujur dan terpercaya, serta pernah menyelesaikan perselisihan terkait peletakan Hajar Aswad saat pemugaran Ka'bah.

Singkat cerita kedua kabilah dengan pertimbangan masing-masing bersepakat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang layak dan dianggap mampu  menjadi sang arbitrator guna menyelesaikan konflik yang telah berlalu ratusan tahun tersebut. 

Pada waktu yang bersamaan, perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah juga mengalami jalan buntu. Percobaan pembunuhan atas dirinya serta pembunuhan terhadap pengikutnya yang dilakukan oleh para penguasa di Makkah membuat Nabi Muhammad mencoba peruntungan da’wah di tempat lain.

Berlandaskan petunjuk dari Allah Subhanahu wata’ala, Rasulullah SAW mengajak kaum muslim Makkah, untuk berhijrah menuju Yatsrib. Tentu dengan harapan, dakwah Islam disambut lebih baik oleh warga kota tersebut. 

Tepatnya  pada tahun 622 Masehi atau tahun pertama hijriah, Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Yasrib dan membuat perjanjian dengan pelbagai kalangan yang terdiri dari beragam suku, ras, dan agama di Yatsrib. Perjanjian tersebut popular hingga hari ini dengan sebutan Piagam Madinah.

Piagam Madinah itu berisi 47 pasal pakta intergritas di mana warga muslim dan non-muslim di Yatsrib (Madinah) adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani, serta kepercayaan lainnya akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan. 

Ke 47 pasal itu  mengatur sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan pertahanan. 

Ke 47 Pasal Pakta Integritas PIAGAM MADINAH itu diabadikan dalam kitab Siratun Nabi karangan Abu Muhammad Abdul Malik atau yang masyhur dengan nama Ibnu Hisyam dari halaman 119-133. 

Pembukaan pakta integritas Piagam Madinah itu berbunyi:

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, untuk kalangan mukminin dan muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri, dan berjuang bersama mereka. 

Pasal 1 berbunti “Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain”.
 
Pasal 2 berbunyi “Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin”. 

Pasal 3 berbunyi “Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”. 
Pasal 4 berbunyi “Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”.
 
Pasal 5 berbunyi “Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”.
 
Pasal 6 berbunyi “Bani Jusyam sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”.
 
Pasal 7 berbunyi “Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”. 

Pasal 8 berbunyi “Bani ‘Amr bin ‘Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”.
 
Pasal 9 berbunyi “Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”. 

Pasal 10 berbunyi “Bani Al ‘Aus sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin”. 

Pasal 11 berbunyi “Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau uang tebusan darah”. 

Pasal 12 berbunyi “Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya”. 

Pasal 13 berbunyi “Orang-orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang di antara mereka yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka”. 

Pasal 14 berbunyi “Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk membunuh orang beriman”.
 
Pasal 15 berbunyi “Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain”. 

Pasal 16 berbunyi “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya”. 

Pasal 17 berbunyi “Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka”.
 
Pasal 18 berbunyi “Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu-membahu satu sama lain”. 

Pasal 19 berbunyi “Orang-orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus”. 

Pasal 20 berbunyi “Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang musyrik Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman”. 

Pasal 21 berbunyi “Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah. Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya”. 

Pasal 22 berbunyi “Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan”. 

Pasal 23 berbunyi “Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla dan keputusan Muhammad SAW”. 

Pasal 24 berbunyi “Kaum Yahudi memikul biaya bersama kaum mukminin selama dalam peperangan”. 

Pasal 25 berbunyi “Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga”. 

Pasal 26 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf”.
 
Pasal 27 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf. 

Pasal 28 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf”. 

Pasal 29 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf”. 

Pasal 30 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Al ‘Aus diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf”. 

Pasal 31 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf”. 

Pasal 32 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf”. 

Pasal 33 berbunyi “Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf”. 

Pasal 34 berbunyi “Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah)”. 

Pasal 35 berbunyi “Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi)”. 

Pasal 36 berbunyi “Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat orang lain. Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan ketentuan ini”. 

Pasal 37 berbunyi “Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya”. 

Pasal 38 berbunyi “Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan”. 

Pasal 39 berbunyi “Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini”. 

Pasal 40 berbunyi “Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat”. 

Pasal 41 berbunyi “Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya”. 

Pasal 42 berbunyi “Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini”. 

Pasal 43 berbunyi “Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung mereka”. 

Pasal 44 berbunyi “Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah)”.
 
Pasal 45 berbunyi “Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan kewajiban masing masing sesuai tugasnya”. 

Pasal 46 berbunyi “Kaum Yahudi Al ‘Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini”. 

Pasal 47 berbunyi “Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad SAW adalah Utusan Allah”.

Demikian 47 butir kesepakatan piagam madinah yang dirancang untuk kemanan Negara Madinah dari berbagai gangguan baik gangguan eksternail maupun gangguan internal saat itu.