Senin, 31 Desember 2018

Banjir Dolar, Foto 'Hot' & Keputusan Organisasi HMI Prematur


(AP)

Kongres yang berkualitas akan melahirkan pemimpin yang berkualitas. Tapi ternyata kata-kata itu hanya sekedar adegium, sesuatu yang retoris belaka. Belumlah sungguh-sungguh dilaksanakan di dalam laku, ke dalam kerja politik – intelektual Himpunan mahasiswa Islam (HMI). Semua orang yang terlibat di forum Kongres HMI ke 30 di Ambon. Pasti tahu, atau setidaknya mencium aroma perang antar kanda di arena kongres. Hingga banjirnya dolar untuk beli suara peserta. Beberapa kandidat calon Ketum PB yang melebur pada satu poros kandidat tertentu juga ditengarai oleh sinyalemen dolar tersebut.

Kongres HMI kemudian berubah wajah dari hajatan intelektualisme jadi karnaval adu uang. Peserta Kongres seperti turisme organisasi yang melancong sekedar memuaskan sayhwat perutnya saja. Tidak ada pembahasan menarik dari sisi gagasan. Perang gagasan antar kandidat yang kita harapkan sebelumnya terjadi di kongres, ternyata tidak terjadi. Yang terjadi adalah perang uang dan pencitraan semu sesama kandidat. Tanpa disadari, daya magis politik praktis telah membawa HMI pada proses likuifaksi moral dan intelektual yang menghawatirkan.

Di tengah hujan uang dan perang pencitraan itu. Respiratori Sadam Al Jihad terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI. Terpilihnya Sadam terjadi secara mengejutkan. Sadam dinilai mengulangi sejarah Cak Nur yang keterpilihannya secara aklamasi. Hanya bedanya, Cak Nur terpilih karena proses Kongres diwarnai dengan gagasan-gagsan besar. Sementara Sadam terpilih ditengah kecenderungan dan dominasi banjir uang dan perang antar kanda di arena Kongres. Dua hal yang rasanya anomila jika dibandingkan.

Baru-baru ini santer terdengar beredarnya foto-foto hot, skandal asmara Sadam dengan salah satu kader OKP nasional. Kabar itu sempat membuat heboh satu gedung di jalan Sultan Agung, markas PB HMI. Meskipun sebagian besar pengurusnya nampak malu-malu untuk menelusuri serta membicarakannya secara terbuka. Skandal asusila Sadam berakhir dengan saling lapor dengan Ilham Akbar di kepolisian. Ujung dari drama Skandal asusila ini hanya mereka berdua yang tahu. Apakah video hot itu sekedar gosip, atau kompromi dari hasil merayu Ilham? Sekali lagi, keduanya yang paling tahu soalan itu.

Andai kasus Skandal asusila itu benar, maka sempurnah likuifaksi moral di tubuh HMI. kita telah kehilangan kearifan dan keteladanan sekaligus. Menunggu waktu saja, HMI akan ditenggelamkan oleh zaman.Tapi jika Skandal asusilaitu hanya sekedar gosip, maka pembacaan saya adalah adanya upaya sistematis untuk merusak HMI dari pihak-pihak tertentu. Yang senang jika HMI jadi rusak.

Yang terakhir ini diluar logika saya. Formatur Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) terpilih, Fachrurrozi Basalamah. Yang sebelumnya disahkan oleh rapat Presidium dan di Rapat Harian (Rahar) PB HMI. Harus kehilangan status hukumnya hanya dengan satu dalil politik “novum baru” dari argumentasi Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi (PAO). Novum adalah istilah hukum yang merujuk pada data baru yang ditemukan setelah suatu proses hukum selesai dilakukan. Putusan sebelumnya yang mengesahkan Fachrurrozi Basalamah sebagai Formatur/Direktur Bakornas LKMI, maka secara legalistik proses sengketa dualimse pun berahir. Adapun Novum, atau bukti baru yang ditemukan oleh Repil Ansen (Rivalnya Fachrurrozi Basalamah) dkk hanya bisa digunakan dalam upaya hukum Peninjaun Kembali (PK) di atas Rahar yaitu di MPK-PB HMI. Bukan di forum yang sama. Karena tindakan itu tidak saja cacat hukum tapi juga bertentangan dengan asas putusan Nibis In Idem(tindakan yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalianya dalam perkara yang sama). Dalam putusan yang tidak legalistik itu juga dihadiri oleh Sadam. Sesuatu yang menjengkelkan.

Sebagai Ketua umum, setidaknya Sadam harus memberikan pertimbangan yang adil dan logis. Putusan Rahar itu dari sisi AD/ART organisasi terdengar ganjil. Tapi pada sisi politik, saya sudah sudah duga sebelumnya. Fachrurrozi Basalamah akan disunat hak konstitusionalnya. Seminggu sebelumnya. Santer terdengar bahwa Sadam dan demisioner LKMI, Taufan Tuarita yang juga adalah Bendum PB HMI. Telah bermain gelap dengan berkompromi untuk mengesahkan Repil. Putusan Peninjuan Kembali (PK) yang dilakukan di forum yang sama secara logika diartikan sebagai sikap menjilat ludah sendiri. Saya tidak tahu, dan tidak mau menduga. Apa motifasi bidang PAO mengambil langkah dengan menjilat ludahnya sendiri. Rahar adalah forum yang bersifat kolektif-kolegial. Maka patut juga ditanyakan. Kenapa Sadam harus menjilat ludahnya sendiri semacam itu, hanya karena ingin mengesahkan Revil yang sedari awal sudah cacat secara prosedural (prematur). Saya pikir, Sadam mahfum dengan pribahasa melayu ini; Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.

Keprematuran itu juga nampak dalam pernyataannya sebulan lalu di sejumlah media online atas kasus pemukulan Ketua KAHMI dan beberapa kader HMI Lampung oleh aparat kepolisian. Pernyataan itu dinilai tidak tegas, justru Sadam seolah membangun kesan bahwa aksi mahasiswa yang dilakoni oleh kader HMI lampung dan beberapa HMI cabang di daerah merupakan tunggangan politik praktis. Pernyataan Sadam itu kemudian disambut dengan balasan surat cinta dari ketua Kohati Lampung. Surat yang lirih itu menyayangkan pernyataan Sadam dengan penuh penyesalan yang dalam. Surat cinta itu, meski kritis tapi nyaris tak terdengar.

Di awal-awal kepengurusannya Sadam sudah terlibat polemik dengan seniornya di Kesatuan Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI). Pelomik itu dipicu karena respon sadam terhadap pamflet palsu yang beredar atas nama KAHMI dalam mendukung Anis Baswedan maju pencapresan 2019. Padahal menurut siaran pers KAHMI bahwa paflet tersebut bukan bersumber dari KAHMI. Seharusnya polemik itu tidak terjadi andai Sadam konfirmasi ke seniornya sebelum mengeluarkan penyataan resmi. Setelah polemik itu, orang mulai syak-wasangka dan menaruh curiga. Siapa dibalik itu? Relasinya kesiapa dan bagaimana bisa Sadam terjabek dengan respon pamflet palsu tersebut? Dari situlah bermula diksi “independensi” dan “Politik No, Perkaderan Yes” mulai didengungkan Sadam. Sebagai upaya untuk menertibkan semacam psikologis syak-wasangka terhadap dirinya.

Sadam sepertinya sedang berada pada titik silang sengkarut antara desakan, jebakan, sandraan dan selera gerbong yang pragmatis. Sesuatu yang sulit ia damaikan dan selesaikan secara benar. Akhirnya upaya untuk bertumpuh pada kemandirinnya sendiri dan upaya menegakan konstitusi organisasi menjadi sia-sia. Dalam sejarah dunia, pemimpin tumbang karena larut dalam hingar bingar kekuasaan yang memabukkan. Mereka kehilangan kewaraan dan keteladanan.

Pemimpin adalah pemberi contoh. Pemimpin yang tumbuh dalam etika yang kuat, berarti ia sedang melangsungkan prsoses trasendensi kepemimpinnya. Karena itu ia dengan mudah mengatasi rayuan materi dan syahwat kekuasaan yang memabukkan. Proses transendensi itu pada ahirnya membentuk rule model. Sebuah contoh dari cetak biru kretatifitas kepemimpinan. Yang kita sebut sebagai, legacy.

Kita berharap Sadam segera keluar dari apa yang diungkapkan Afied Malik sebagai gado-gado, campuran kimia dari sifat-sifat loyal dan kecenderungan seorang Brutus, rakitan roh Bismarck, dan psikologi Hamlet, medan pertempuran antara keserakahan dan cita kasih. Sebab Dalam teks politik selalu ada kemungkinan bahwa seorang manusia dalam hidupnya dapat berubah dan diubah dari sifat kepengecutan dan manusia teladan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar yang baik