JEJAKNUSANTARA.tk – Gunung Agung yang meletus pada Selasa (21/11) pukul 17:05 WITA, termasuk letusan jenis freatik. Akibat letusan tersebut keluar tinggi asap kelabu tebal dengan tekanan sedang maksimum 700 meter. Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, uap air itu terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma. Letusan freatik disertai dengan asap, abu dan material yang ada di dalam kawah.
“Masyarakat dihimbau tetap tenang. Jangan panik dan terpancing isu-isu menyesatkan. PVMBG akan terus memberikan informasi terkini. BNPB, TNI, Polri, Basarnas, BPBD, SKPD, relawan dan semua unsur terkait akan memberikan penanganan pengungsi,” kata Sutopo di Jakarta.
Menurut Sutopo, letusan freatik sulit diprediksi. Bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan. Dia mengatakan, beberapa kali gunung api di Indonesia meletus freatik saat status gunung api tersebut Waspada (level 2).
Antara lain letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung Merapi dan lainnya. Tinggi letusan freaktik juga bervariasi, bahkan bisa mencapai 3.000 meter tergantuk dari kekuatan uap airnya.
“Jadi letusan freatik gunungapi bukan sesuatu yang aneh jika status gunungapi tersebut di atas normal. Biasanya dampak letusan adalah hujan abu, pasir atau kerikil di sekitar gunung,” ujar Sutopo.
Sutopo menambahkan, letusan freatik memang tidak terlalu membahayakan dibandingkan letusan magmatik. Letusan freatik dapat berdiri sendiri tanpa erupsi magmatik. Namun, letusan freatik bisa juga menjadi peristiwa yang mengawali episode letusan sebuah gunungapi. Misalnya Gunung Sinabung, letusan freatik yang berlangsung dari tahun 2010 hingga awal 2013 adalah menjadi pendahulu dari letusan magmatik. Letusan freatik Gunung Sinabung berlangsung lama sebelum diikuti letusan magmatik yang berlangsung akhir 2013 hingga sekarang.
“Letusan magmatik adalah letusan yang disebabkan oleh magma dalam gunungapi. Letusan magmatik ada tanda-tandanya, terukur dan bisa dipelajari ketika akan meletus,” paparnya.
Sutopo menjelaskan, pemahaman masyarakat masih cukup terbatas mengenai gunung api. Indonesia memiliki 127 gunung api aktif yang masing-masing gunung memiliki watak berbeda-beda.
“Yang penting masyarakat mematuhi rekomendasi dari PVMBG. Iptek dikombinasikan dengan kearifan lokal setempat dapat efektif menyelamatkan masyarakat sekitar,” kata dia.
Status Gunung Agung hingga saat ini tetap Siaga (level 3). Tidak ada peningkatan status. PVMBG terus melakukan pemantauan dan analisis aktivitas vulkanik. Tremor menerus mulai terdeteksi. Rekomendasi juga tetap radius 6-7,5 km dari puncak kawah tidak boleh ada aktivitas masyarakat. Data pengungsi hingga siang tadi sebanyak 29.245 jiwa yang tersebar di 278 titik pengungsian.
Menurut Sutopo, pengungsi ini akan bertambah mengingat warga Dusun Bantas Desa Abaturinggit sudah turun menjauh dari radius 7,5 kilometer ke Kantor Camat Kubu. Warga Dusun Juntal Kaje rencana malam ini juga turun ke balai-balai banjar yang ada di Desa Kubu. Begitu juga warga dukuh juga sudah bersiap-siap untuk mencari tempat yang lebih aman.
“Kondisi Bali tetap aman. Bandara Internasional Ngurah Rai masih aman dan normal. Pariwisata di Bali juga masih aman, selain di radius berbahaya di sekitar Gunung Agung yang ditetapkan PVMBG yang memang tidak boleh ada aktivitas masyarakat,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan komentar yang baik